News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Calon Hakim Agung

Calon Hakim Agung Brigjen TNI Tiarsen Ditanya Sejarah Hingga Aspek-aspek Hukum Humaniter

Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Calon Hakim Agung Pidana Militer yang saat ini menjabat sebagai Ketua Sekolah Tinggi Hukum Militer Ditkumad, Brigjen TNI Tiarsen Buaton, (kanan) dan Anggota Komisi Yudisial Amzulian Rifai (kiri) dalam Wawancara Terbuka Calon Hakim Agung Tahun 2021 Hari Ke-4 yang disiarkan di kanal Youtube Komisi Yudisial pada Jumat (6/8/2021).

Di setiap jenjang pendidikan baik Tamtama, Bintara, Perwira, dan di setiap pendidikan kejuruan ada tahapan-tahapan pendidikan atau pengajaran hukum humaniter.

Baca juga: Calon Hakim Agung Brigjen Slamet Sarwo Edy Ditanya Soal Tingginya Kasus Narkotika di Lingkungan TNI 

"Selain itu sebelum berangkat ke daerah operasi itu prajurit kita, kita berikan pembekalan hukum humaniter. Dan biasanya kita selalu kerja sama dengan ICRC atau Palang Merah Internasional," kata dia.

Amzulian kemudian meminta Tiarsen menjelaskan aspek-aspek di dalam hukum humaniter.

Tiarsen menjelaskan di dalam hukum humaniter ada prinsip kepentingan militer.

Artinya, kata dia, aspek tersebut harus ada antara lain dalam rangka mendapatkan kepentingan militer di dalam perang.

Selain itu, kata dia, ada juga prinsip kemanusiaan. 

"Dalam rangka melakukan serangan itu ya harus diperhatikan dari segi kemanusiannya karena ada pepatah mengatakan berperang itu bukan membunuh sebanyak-banyaknya tetapi bagaimana pertempuran itu dilakukan secara cepat tanpa mengorbankan korban yang besar," kata dia.

Selanjutnya, kata dia, prinsip proporsionalitas. 

Ia mencontohkan jika ada 10 orang musuh di depan sementara di dalam kelompok itu ada tujuh penduduk sipil dan tiga kombatan maka tidak boleh dibunuh semua karena targetnya hanya tiga kombatan.

"Kalau kita serang itu, kita bunuh semua, itu berarti tidak proporsional dan tidak profesional karena sebenarnya kita targetnya hanya tiga," kata dia. Tetapi kalau dari penduduk sipil ada satu atau katakanlah dari 10 itu, ada tujuh tadi, ada dua (yang terbunuh) itu masih dianggap proporsional. Tetapi kalau kebalikannya menjadi tidak proporsional," kata dia.

Prinsip berikutnya, lanjut dia, adalah prinsip pembatasan yang artinya dibatasi secara alat dan cara. 

Dalam perang, kata dia, tidak semua cara diperbolehkan.

"Ya ada istilah perfidy, ada ruses of war. Perfidy itu tindakan curang. Misalnya kalau intelijen menggunakan pakaian sipil ketika dalam perang maka itu dianggap perfidy. Tapi kalau menggunakan pakaian militer dia berhasil menyusup ya dia bisa melakukan itu," kata Tiarsen.

Amzulian kemudian mengatakan jawaban tersebut sudah benar namun ada satu yang tertinggal yakni aspek rule of engagement atau aturan pelibatan. 

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini