Tak hanya dirinya, terdakwa Adi Wahyono juga memiliki niatan yang sama untuk mengakhiri tugasnya sebagai pejabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Kementerian Sosial.
"Waktu itu juga saya bersama Pak Adi sudah berniat untuk mengakhiri tugas kami, saya sebagai pimpinan dan Pak Adi sebagai KPA, waktu itu Pak Adi juga sering menanyakan ke Pak Sekjen ini sudah terlalu lama, gak biasanya seperti itu," tuturnya.
Jaksa kembali menanyakan kepada Joko terkait dengan sumber dari informasi adanya pemantauan itu, Joko mengatakan berita tersebut juga pernah disampaikan oleh Adi Wahyono.
"Saya pada waktu itu melalui Pak Adi juga pernah disampaikan juga ada kabar dari Pak Adi kabar juga dari pihak yang lain," ucapnya.
"Saya bilang juga ke Pak Adi, kalau bapak tidak lagi sebagai KPA saya juga mau mundur, saya takut juga saya bilang pak seperti itu," imbuh Joko.
Diketahui, dalam perkara ini, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso didakwa memungut komitmen fee dari vendor penyedia bansos.
Uang itu dari potongan fee bansos Rp 10 ribu per paket yang dikumpulkan atas perintah Juliari Peter Batubara.
Baca juga: Kilas Balik Ancaman Firli Bahuri soal Hukuman Mati setelah Juliari Hanya Dituntut 11 Tahun Bui
Adapun total uang yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp 32,48 miliar dari berbagai perusahaan.
Penerimaan uang itu berkaitan dengan pengadaan bansos berupa sembako dalam rangka penanganan Covid-19 di Kemensos.
Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum Harry Van Sidabukke senilai Rp1,28 miliar.
Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja sejumlah Rp 1,95 miliar.
Sementara uang Rp 29 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.
Uang dugaan suap itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19.
Di antaranya yakni, PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama.