TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada yang berbeda ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar pertemuan dengan jajaran ketua umum dan sekretaris jenderal dari partai politik yang tergabung dalam koalisi pendukung pemerintah di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (25/8/2021) sore.
Partai Amanat Nasional (PAN) yang notabene bukan partai koalisi turut serta dalam pertemuan itu. Terbukti dengan kehadiran Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Sekjen PAN Eddy Soeparno.
Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate lantas buka suara pascapertemuan, bahwa PAN menjadi 'sahabat baru' dalam koalisi.
"Sahabat baru koalisi, Ketua Umum PAN Bapak Zulkifli Hasan dan Sekjen Bapak Eddy Soeparno. Sahabat baru kami dalam koalisi," ujar Johnny.
Terpisah, Wakil Ketua Umum sekaligus Juru Bicara PAN Viva Yoga Mauladi mengkonfirmasi status PAN yang telah menjadi partai politik pendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"PAN sejak kepemimpinan Ketum Bang Zul (Zulkifli Hasan) telah menegaskan sebagai partai politik pendukung pemerintah, ikut sebagai partai koalisi," kata Viva.
Sekjen PAN Eddy Soeparno mengungkap suasana pertemuan yang terjadi antara Presiden Jokowi dengan tujuh ketua umum dan tujuh sekretaris jenderal parpol koalisi pemerintah.
Menurut dia, pertemuan yang dihadirinya itu memiliki kesan suasana informal meski terjadi di Istana Merdeka.
"Kalau kita bicara mengenai suasana pertemuannya boleh dikatakan dalam kondisi yang informal, meskipun topik-topik yang kita bahas relatif serius dan penting, khususnya terkait penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional," ujar Eddy.
Baca juga: Zulkifli Hasan: Demokrasi Indonesia Mundur Jika Masih Persoalkan Cebong-Kampret
Tak hanya informal, suasana yang digambarkan Eddy adalah penuh kehangatan dan persahabatan. Tetapi dia juga melihat ada semangat tinggi dalam pembicaraan yang terjadi antara presiden dengan partai koalisinya.
"Sangat hangat pertemuan tersebut, tetapi semangatnya tinggi untuk melakukan pemulihan ekonomi, mensosialisasikan kepada masyarakat tentang penanganan Covid-19, penegakan prokes, disiplin yang ketat, termasuk juga mendorong sosialisasi ke masyarakat agar berbondong-bondong ikut vaksin. Jadi semangatnya untuk mendukung pemerintah terkait masalah Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional," jelas Eddy.
Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta Ujang Komarudin pun tak menampik kemungkinan tersebut. Sebab menurutnya tak ada koalisi yang tulus, dimana selalu ada balutan kepentingan di dalamnya.
Ujang memprediksi nantinya jatah satu kursi akan diberikan dan yang digeser pun menteri dari non parpol.
"Tak ada makan siang yang gratis. Tak ada koalisi yang tulus, semua berbalut kepentingan dan saling dukung. Jika PAN akhirnya tak dapat menteri itu mungkin sudah deal dengan Jokowi, namun biasanya jika berkoalisi dapat kompensasi," kata Ujang, ketika dihubungi.
"Ada reshuffle, artinya ada akomodasi terhadap PAN. Paling-paling satu menteri, dan itu pun akan menggeser menteri dari non parpol," imbuhnya.
Ujang menyebut ada kewaspadaan dan kekhawatiran Jokowi dalam menghadapi tahun politik ke depan yang penuh ketidakpastian.
Dirangkulnya PAN dianggap dapat memuluskan langkah Jokowi mengarungi tiga tahun ke depan.
"Goyang menggoyang itu akan ada, jadi butuh dukungan alias back up politik. Menambah barisan koalisi pemerintah menjadi suatu keniscayaan agar kekuasaanya aman," katanya.
Baca juga: PAN Gabung Pemerintah, PKS Ingatkan Jangan Jadi Koalisi Obesitas
Senada, pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan yang namanya politik itu pasti ada pengharapan dan apresiasi yang diberikan.
Karena masuknya PAN membuat koalisi pemerintah makin kuat, tak bisa dipungkiri jatah kursi menanti.
Hendri lantas menyebut ada empat nama yang bisa dipertimbangkan Jokowi untuk didapuk jadi bawahannya di kabinet.
Mereka adalah Zulkifli Hasan, Hatta Rajasa, Soetrisno Bachir, dan Eddy Soeparno.
"Hingga saat ini pasca Amien Rais tidak lagi di PAN, ada empat tokoh yang menonjol. Pertama, tentunya Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum, kemudian ada Hatta Rajasa yang punya tabungan elektabilitas karena wajahnya masuk kertas suara di 2014, kemudian ada mantan ketua PAN sebelumnya Soetrisno Bachir dan Sekjen PAN mas Eddy Soeparno," kata Hendri.
Dengan pertimbangan bahwa Presiden Jokowi saat ini kerap memilih tokoh berjiwa muda, Hendri menilai Eddy berpeluang dipilih. Apalagi tiga nama lainnya sudah pernah menjabat sebagai menteri sebelumnya.
"Ini tergantung pak presiden, tapi kalau saya boleh menyarankan bila presiden ingin semangat muda, mau peremajaan, seharusnya mas Eddy yang bisa diambil saat reshuffle," ungkapnya.
Sementara itu, bergabungnya PAN dengan pemerintah dinilai Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari dipicu sudah tidak adanya Amien Rais di dalam partai tersebut.
Menurutnya banyak faktor yang mempengaruhi bergabungnya parpol dalam koalisi. Salah satunya adalah kenyamanan individu antara pimpinan suatu parpol dengan presiden selaku pemimpin koalisi.
"Saya melihat peran atau variabel individu dan peran Pak Zulkifli itu sangat besar. Jadi Pak Zulkifli itu memang bahkan semenjak 2019 sebelum Pilpres sebetulnya menurut kabar merasa dekat dengan Pak Jokowi, tetapi waktu itu ada Pak Amien di internal PAN dan sangat berpengaruh," ujar Qodari.
Guna menghindari konflik dengan Amien Rais, Zulkifi disebut Qodari mengalah. Hal itu dilakukan demi menjaga kondusifitas internal partai karena sedang menghadapi Pemilu.
Namun mundurnya Amien Rais dari PAN membuat Zulkifli Hasan menjadi lebih leluasa dan berani untuk menyatakan sikap mendukung pemerintah.
"Nah sebetulnya ini menjadi variabel (individu) penjelas ya bahwa sebetulnya PAN itu dari dulu sudah mau bergabung dengan Pak Jokowi, tapi karena ada faktor Amien Rais akhirnya baru terwujud sekarang," papar Qodari
"Jadi kalau ditanya apa sebabnya kalau mau sangat telak yaitu penyebabnya adalah karena Pak Amien Rais sudah tidak ada lagi di PAN," imbuhnya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional Adib Miftahul mengkhawatirkan keputusan yang diambil PAN dengan masuk partai koalisi pemerintah justru menjadi bumerang.
Adib mengatakan parpol di luar pemerintahan seperti PKS dan Partai Demokrat lebih memiliki peluang bersinar di Pemilu 2024 karena menyandang status oposisi.
"Padahal harusnya PAN menolak saja masuk koalisi. Dengan begitu, PAN masih kecipratan simbol oposisi. Kalau masuk koalisi, PAN malah bisa turun suaranya. Segmentasi oposisi yang digalang Demokrat dan PKS mempunyai kans suara besar di 2024," kata Adib, ketika dihubungi.
Baca juga: PAN Gabung Koalisi Pemerintah, Golkar: Jatah Menteri Bukan Agenda Penting untuk Dibahas
Bergabungnya PAN pun dinilai riskan bagi pemerintah dari segi soliditas. Adib merujuk pada banyaknya elit parpol koalisi yang menjadi menteri, namun ternyata melakukan kampanye popularitas terselubung dibalut program pemerintah.
"Yang patut diwaspadai Jokowi adalah banyak kekuatan politik menggunakan kue kekuasaan yang dibagikan untuk persoalan suksesi 2024. Maka saya bilang masuknya PAN juga tak efektif. Disinilah saya kira tantangan terbesar Jokowi, sejauh mana dia bisa memonitor para menteri dan jabatan lain yang diberikan ke elit parpol untuk tetap loyal," imbuhnya.
Meski isu reshuffle berhembus kencang, akan tetapi Johnny G Plate selaku Sekjen NasDem membantah adanya pembicaraan mengenai reshuffle dalam pertemuan Jokowi dengan parpol koalisi karena kondisi saat ini masih pandemi.
"Suasana kita masih suasana pandemi, yang dibicarakan tadi adalah apa? Bagaimana kegotongroyongan dalam politik itu kita lakukan. Jadi demokrasi dan musyawarah dalam kegotongroyongan untuk Indonesia," ujar Johnny.
Senada, PAN juga membantah adanya pembahasan mengenai posisi menteri di kabinet dalam pertemuan tersebut. Apalagi reshuffle dinilai merupakan hak prerogatif presiden.
"Pertemuan tadi tidak berbicara soal kabinet. (Reshuffle) Itu kewenangan dan hak prerogatif presiden," ucap Viva.
Respon Oposisi
Berlabuhnya PAN ke koalisi otomatis membuat hanya dua parpol di luar koalisi, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera tak mempermasalahkan sikap yang diambil PAN. Namun secara tegas, Mardani menyebut PKS akan terus menjadi partai oposisi.
"Hak tiap partai untuk menentukan arah dan strategi partai masing-masing. Tapi PKS akan tetap istiqomah jadi oposisi, walau jadi sangat tidak imbang antara komposisi koalisi dan oposisinya," kata Mardani, ketika dihubungi.
Justru, Mardani melihat bergabungnya PAN dengan partai pendukung pemerintah lainnya sebagai berkah. Sebab ranah sebagai partai oposisi semakin bisa dikuasai oleh PKS.
"Buat PKS justru ini peluang besar karena medan oposisi yang luas, tidak sesak kebanyakan partai. Tapi semua tentu tergantung daya solusi dan kedekatan pada rakyat," ucapnya.
Sementara Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan pihaknya lebih fokus berkoalisi dengan rakyat untuk membantu penanganan pandemi.
Hanya saja Demokrat mengharapkan bergabungnya PAN dengan pemerintah bisa memberikan manfaat bagi rakyat sebesar-besarnya.
"(Manfaat) Itu bisa kita lihat dari misalnya penanganan pandemi jadi jauh lebih baik, serta ketidaksiapan dan kegagapan pemerintah menangani pandemi tidak terulang," ujar Herzaky, ketika dihubungi.
"Yang kita harapkan dengan bertambahnya kekuatan pemerintah seharusnya bisa membantu pemerintah menangani pandemi dengan lebih baik. Jadi semoga memberikan kemanfaatan," imbuhnya.
Pada masa pandemi ini yang terpenting adalah kesehatan dan perlindungan sosial. Karenanya, kata dia, diharapkan dua hal tersebut menjadi patokan pemerintah dalam bertindak dan bersikap untuk mengambil kebijakan.
Herzaky mengimbau jangan sampai bertambahnya kekuatan pemerintah ini hanya menjadi deal-dealan elit saja.
Seperti fokus dan sibuk melakukan agenda elit oligarki yaitu amandemen UUD 1945 untuk perpanjangan masa jabatan presiden tiga tahun atau bisa tiga periode.
"Ini kan jelas-jelas menyalahi amanat reformasi yang kita perjuangkan. Dampak kerusakannya sangat luar biasa kalau sampai tikus-tikus perusak demokrasi itu diberikan kesempatan untuk bermain sehingga amandemen ini kembali dibuka dan dilakukan perubahan," jelas dia.
"Ini berbahaya sekali dan sangat kami sayangkan kalau ternyata bergabungnya di dalam koalisi ini hanya fokus untuk agenda elit semata, kepentingan kekuasaan semata tapi bukan untuk rakyat. Harapan kami semakin bertambahnya kekuatan pemerintah tentunya akan lebih banyak yang bisa membantu mengelola pandemi ini dengan lebih baik. Kami berharap juga demokrasi kita juga dijaga. Tolong fokus saja dengan pandemi di bidang kesehatan dan perlindungan sosial," kata Herzaky.
Masuknya PAN sebagai anggota baru di koalisi pendukung pemerintah menimbulkan spekulasi bahwa Presiden Jokowi akan melakukan reshuffle, dengan maksud memberikan ’jatah’ kursi kabinet kepada partai berlambang matahari terbit itu.(Tribunnetwork/dit/wly)