Seharusnya, kata dia, MoU dilaksanakan terlebih dulu ketimbang PKS.
Namun faktanya yang terjadi adalah PKS dibuat lebih dulu ketimbang MoU.
Selain itu MoU juga dibuat backdate karena memang tanggalnya seolah dibuat mundur.
"Padahal dibuatnya April tapi ditulisnya Januari," kata Anam.
Namun karena MoU itu dinyatakan tidak digunakan baik oleh BKN maupun KPK, lanjut dia, pelibatan pihak ketiga tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Menurutnya perintah secara normatif dalam Perkom KPK terkait proses tersebut yang menyatakan bahwa penyelenggaraan asessmen bekerja sama dengan BKN tanpa ada rujukan teknisnya tidak bisa dilakukan.
"Sehingga kami menyatakan bahwa karena ini tidak ada basis hukumnya makanya seluruh prosesnya menjadi proses ilegal, tidak berdasar hukum. Itu problem serius," kata Anam.
Seandainya MoU dan PKS dianggap ada, lanjut Anam, level hubungan BKN dengan berbagai lembaga tersebut juga tidak punya rujukannya.
Dalam penyelidikan, kata dia, ditemukan bahwa Perka BKN yang secara substansi mengatur BKN bisa bekerja sama dengan pihak lain dalam proses tersebut tidak ada.
Menurutnya apa yang disampaikan BKN kepada publik, ketika ditelusuri bunyinya tidak sesuai substansi yang diatur dalam Perka BKN di antaranya Perka BKN nomor 26 dan nomor 23.
"Kami telusuri dan kami konfirmasi tidak bisa dijelaskan dengan logis dan tidak bisa ditunjukan mana aturannya mana bunyi pasalnya dan sebagainya. Ini juga problem serius. Itu di level hubungan, sehingga kami menyatakan penyelenggaraannya tidak punya basis hukum," kata Anam.
--