"Bahkan dalam sila kedua Pancasila menegaskan 'kemanusiaan yang adil dan beradab', sebagai pondasi meletakkan derajat kemanusiaan dan memanusiakan manusia," kata Atang.
Ia menerangkan, sesungguhnya KUHP dan peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU Perlindungan Anak, UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, belum bisa menjangkau perlindungan terhadap korban dan saksi.
Alasannya, ketiga UU tersebut hanya sebatas mengatur korban kekerasan dalam rumah tangga, anak dan perdagangan manusia.
Sedangkan aspek perlindungan korban dan termasuk upaya rehabilitasi korban sama sekali tak tersentuh.
Atang pun menegaskan bahwa penghisapan atas nilai-nilai kemanusiaan dalam bentuk ancaman kekerasan dan kekerasan sudah mencapai titik nadir.
"Diskursivitas bukan berarti dalam rangka mempertentangkan dan mempertajam perbedaan, akan tetapi sebagai bahan pertimbangan bagi para pembentuk UU agar bisa mengambil sikap tegas untuk mengakhiri darurat kekerasasn seksual yang kian kronis," jelas Atang.