Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sah dan konstitusional.
MK menolak permohonan uji materi atau judicial review Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait TWK. Gugatan itu diajukan KPK Watch.
Peneliti LSAK, Ahmad Aron Hariri, menilai putusan MK soal TWK bagi pegawai KPK itu menegaskan bahwa untuk menjadi ASN KPK memang harus memenuhi syarat TWK.
"Secara otomatis, putusan ini menegasikan sesat pikir yang selama ini didakwahkan sebagai upaya penyingkiran pegawai KPK tertentu," kata dia, dalam keterangannya, pada Selasa (31/8/2021).
Menurut dia, TWK, sedari awal memang semestinya tidak perlu menjadi polemik.
Baca juga: MK Sebut TWK Sah dan Konstitusional, KPK Tunggu Putusan MA
"Polemik pun timbul sebab kenyamanan beberapa orang yang dinikmati dari negara terusik oleh kepentingan yang lebih besar dan lebih mashlahat," ujarnya.
Dia menjelaskan, bukan hanya secara ideologis-filosofis ASN harus setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, pemerintah yang sah, netral tidak bisa dipengaruhi apapun, serta taat peraturan perundang-undangan.
Tetapi, kata dia, ASNa harus memiliki kewajiban dalam mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerja.
"Dalam putusan MK cara jelas menerangkan bahwa pemenuhan atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan tidaklah meniadakan kewenangan negara untuk mengatur dan menentukan syarat-syaratnya," tambahnya.
Untuk diketahui, KPK Watch meminta MK menyatakan TWK inkonstitusional dan memerintahkan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan KPK agar menarik kembali pegawai KPK yang diberhentikan karena tidak lulus TWK.
"Mengadili. Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan putusan dikutip YouTube MK, Selasa (31/8/2021).
Baca juga: Novel Baswedan: Raja OTT yang Tak Lulus TWK Turun Tangan di OTT Probolinggo
MK memutuskan TWK pegawai KPK konstitusional.
Menurut MK, Pasal 69B ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK tidak bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional).
Hakim konstitusi Deniel Foekh menyatakan, Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 tidak dimaksudkan untuk menjamin seseorang yang telah menduduki jabatan apa pun tidak dapat diberhentikan dengan alasan untuk menjamin dan melindungi kepastian hukum.
"Kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian hukum yang adil serta adanya perlakukan yang sama dalam arti setiap pegawai yang mengalami alih status mempunyai kesempatan yang sama menjadi ASN dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Artinya, bagi pegawai KPK, menjadi pegawai ASN bukan atas keinginan sendiri, tetapi merupakan perintah undang-undang, in casu UU 19/2019.
Lebih tegas lagi, berdasarkan UU 19/2019 peralihan status menjadi pegawai ASN merupakan hak hukum bagi penyelidik, penyidik, dan pegawai KPK.
"Pasal 69B dan Pasal 69C UU 19/2019 seharusnya semangatnya secara sungguh-sungguh dimaknai sebagai pemenuhan hak-hak konstitusional warga
negara, in casu hak konstitusional penyelidik, penyidik dan pegawai KPK untuk dialihkan statusnya sebagai pegawai ASN sesuai dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945," ujarnya.
Pasal 69B Ayat 1 berbunyi:
"Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penyelidik atau penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dapat diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan."
Kemudian Pasal 69C berbunyi:
"Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama dua tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Pemohon menilai hasil penilaian TWK pada pegawai KPK telah dijadikan dasar serta ukuran baru untuk menentukan status ASN pegawai KPK.
Sementara bagi pegawai tidak tetap menjadi setidak-tidaknya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPK), padahal tidak ada satu pun aturan dalam Peraturan Perundang-Undangan baik UU KPK maupun Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang mensyaratkan TWK.
"Adapun Pasal 5 ayat (4) Peraturan Perkom 1/2021 itu hanya mewajibkan ikut serta tidak menjadi syarat harus dinyatakan memenuhi syarat dalam proses asesmen tersebut," tulis dalam berkas permohonan.