TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tepat di hari peringatan 17 tahun peristiwa dibunuhnya aktifis HAM Munir Said Thalib hari ini, Usman Hamid, mengingatkan masih ada rekomendasi dari tim tersebut yang belum dijalankan pemerintah sampai sekarang.
Mantan Sekretaris Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 Desember 2004 itu sebelumnya menjelaskan bahwa nasib dokumen Tim Pencari Fakta yang dinyatakan hilang oleh pemerintah itu tidak ada kejelasan.
Padahal, kata dia, kepastian bahwa laporan TPF dalam bentuk dokumen itu telah diterima oleh negara, oleh pemerintah, lebih khusus lagi Kantor Presiden telah dikonfirmasi oleh jajaran pemerintah di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ia masih ingat ketika polemik hilangnya dokumen TPF tersebut mengemuka di media massa, mantan presiden, mantan menteri-menteri di era pemerintahan SBY berkumpul di kediaman SBY di Cikeas.
Mereka di antaranya termasuk mantan Kepala Badan Intelijen Negara, mantan Menkopolhukam, dan mantan Ketua Tim Pencari Fakta.
Mereka semua, kata Usman, mengkonfirmasi bahwa dokumen TPF itu telah diserahkan dan diterima oleh presiden dalam sebuah pertemuan resmi.
Di dalam pertemuan tersebut, lanjut Usman, di dalamnya juga terdapat para petinggi pemerintah mulai dari Kepala Badan Intelijen Negara, Menkopolhukam, Menkumham, Sekretaris Negara, hingga Sekretaris Kabinet.
Baca juga: KASUM Sebut Nama-nama yang Belum Diperiksa Terkait Pembunuhan Munir, ada AM Hendropriyono
Di luar pertemuan itu, kata Usman, Abdul Rahman Saleh yang ketika itu menjabat sebagai Jaksa Agung juga mengkonfirmasi bahwa ia telah pernah menerima dokumen itu ketika ia masih menjabat.
Bahkan, kata Usman, Abdul menegaskan bahwa dokumen yang sama telah digunakannya dalam mengajukan atau mendorong tuntutan terhadap beberapa orang dalam kasus pembunuhan Munir di antaranya mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono dan mantan Direktur Utama PT Garuda Indra Setiawan.
Ia menjelaskan di dalam laporan tersebut berisi proses kerja pencarian fakta yang dilakukan oleh TPF mulai dari tempat kejadian perkara di dalam penerbangan Garuda, orang-orang yang diduga terkait dengan kasus tersebut di lingkungan PT Garuda Indonesia, dan juga Badan Intelijen Negara (BIN).
Tiga aspek tersebut, kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia itu, menjadi obyek pencarian fakta yang kemudian menghasilkan sejumlah temuan.
Temuan-temuan tersebut, kata Usman, terdiri pandangan atau kesimpulan TPF terhadap keseriusan kepolisian di dalam melakukan proses hukum terhadap kasus Munir.
Pandangan TPF tersebut, kata Usman, di antaranya terdiri dari apa saja yang pernah didorong oleh TPF, apa yang ditindaklanjuti oleh kepolisian, apa yang tidak ditindaklanjuti, dan apa yang menjadi hambatan di dalam kepolisian yang juga terefleksikan.
Baca juga: Komnas HAM Surati Jokowi Percepat Penyelidikan yang Diduga Terlibat Pembunuhan Munir
Selain itu, kata Usman, pandangan tersebut juga di antaranya memuat ketidakmauan BIN untuk sepenuhnya membuka akses pada dokumen yang relevan dengan keterlibatan orang-orang BIN, hingga keengganan BIN untuk menghadirkan mantan-mantan petingginya di hadapan TPF.