"Misal menjelang purna tugas, pasti dia bingung mau kerja dimana cari kehidupan dimana, nah itulah yang memungkinkan mantan pimpinan KPK untuk negosiasi atau main mata dengan pihak luar. Ada banyak contoh yang sudah-sudah, ada yang menjadi komisaris, ada yang menjadi dirjen di kementerian, nah ini kan ada conflict of interest," katanya.
Baca juga: Masalah Lahan Rocky Gerung vs PT Sentul City, Kementerian hingga Dewan Bersuara
Apa yang disampaikannya, kata Adhie, sebenarnya adalah gagasan lama yang dibuat ketika diminta DPR untuk merevisi UU KPK.
Kala itu, salah satu pasal yang diusulkannya demi memperkuat KPK adalah memperkuat integritas pimpinan KPK.
Dengan demikian, diharapkan para pimpinan KPK dalam bertugas menajdi lepas dan tidak terikat atau tergantung kepada siapapun.
Sebab kalau tidak ada perlindungan terhadap pimpinan KPK pascapurna jabatan, maka kemungkinan besar mereka akan terganggu integritasnya di masa depannya.
Baca juga: Pengamat: Ada Makna Politis soal Konflik Tanah Rocky Gerung dan Sentul City di Bojong Koneng
Selain itu, meski tak ada aturan tertulis mengenai hal ini, Adhie menyebut secara moral dan etika hal ini harus dilaksanakan.
Apalagi etika sendiri tidaklah tertulis melainkan sudah meresap di masyarakat.
"Jadi saran saya setelah masa tugas itu, mantan pimpinan KPK tidak boleh kerja dimana-mana, tapi konsekuensinya negara harus memberikan insentif atau 50 persen dari gaji selama ini. Tapi intinya KPK itu lembaga hukum negara yang selama ini disegani masyarakat dan dipercaya memiliki kekuatan melibas korupsi," jelas Adhie.
"Nah kalau mantan petingginya bekerja di tempat sembarangan seperti kasus Basaria Panjaitan ini maka publik akan melecehkan lembaga ini. Secara nyata kan ini memang tidak patut, jadi etika dan moral pimpinan KPK itu dipertanyakan," tandasnya.