Rozy juga menyoroti kebijakan pemerintah yang meletakan KKB sebagai organisasi teroris.
Selain itu, ia juga menyoroti pendekatan militeristik di Papua yang menurutnya tidak memperbaiki situasi keadaan di Papua.
"Terbukti tidak efektif dan justru cenderung memperpanjang rentetan kekerasan di Papua selama ini," kata Rozy.
Kelima, terkait keterbukaan informasi.
Menurutnya keterbukaan informasi TNI juga menjadi salah satu persoalan yang serius.
Soal transparansi dan akuntabilitas, lanjut dia, tercermin dalam hal yang berkaitan dengan aksesibilitas masyarakat mengakses informasi melalui pejabat pengelola informasi dan komunikasi.
Menurutnya KontraS sering menemukan pihak TNI mengatakan beberapa informasi publik sebagai informasi yang dikecualikan lewat UU keterbukaan informasi.
"Maka kami melihat ini tidak boleh dilanjutkan dan harus menjadi perhatian serius dari DPR, pemerintah yang kemudian melakukan pengawasan terhadap panglima dan kinerja dari TNI ke depan," kata dia.
Keenam terkait problem reformasi peradilan militer yang selama ini belum berhasil diubah.
Ia mengatakan reformasi peradilan militer menjadi penyakit akut dan menahun institusi militer.
Ia melihat bahwa permasalahan terakhir terkait reformasi peradilan militer tidak kunjung ada itikad baik dari negara.
Karena menurutnya selama ini tingginya angka kekerasan yang dilakukan TNI setiap tahunnya menandakan ada urgensi atau desakan kepada pemerintah untuk memperbaiki satu mekanisme pertanggungjawaban hukum yang ada dalam institusi militer.
Menurut catatan KontraS, kata dia, ditemukan ada kecenderungan tindak pidana yang dilakukan oknum anggota militer yang berkelindan dengan tindakan pidana itu cenderung diselesaikan lewat mekanisme peradilan militer.
"Dan kami menilai reformasi peradilan militer ini merupakan salah satu agenda yang harus menjadi perhatian khusus dari Panglima TNI selanjutnya. Sebab mekanisme ini sering dijadikan dalih mangkirnya aparat dalam sejumlah tindak pidana atau pelanggaran HAM," kata dia.