News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kuasa Hukum Tegaskan Utang SEA Games Bukan Tanggungjawab Bambang Trihatmodjo

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hardjuno Wiwoho, Kuasa Hukum Bambang Trihadmojo.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Upaya hukum Bambang Trihatmodjo terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani atas tagihan utang SEA Games XIX 1997 hingga kini masih terus berlanjut.

Tim Kuasa Hukum Bambang Trihatmodjo, Hardjuno Wiwoho kembali menegaskan bahwa  kliennya bukanlah pihak yang bertanggung jawab atas utang di hajatan tersebut.

Adapun pihak yang bertanggung jawab dalam kasus dana talangan SEA Games 1997 adalah PT Tata Insani Mukti sebagai pelaksana konsorsium.

"Jadi, yang bertanggung jawab atas utang piutang yang terjadi adalah PT.Tata Insani Mukti. Hal ini sebagaimana fakta sejarah dan fakta yuridis yang sudah di telaah secara komprehensif," tegas Hardjuno di Jakarta, Kamis (16/9/2021).

Baca juga: Utang Luar Negeri Dekati Rp 6 Ribu Triliun, Komisi XI: Kelola dengan Bijak, Jangan Ugal-Ugalan

Menurutnya, tanggung jawab  PT Tata Insani Mukti dalam kasus dana talangan SEA Games XIX 1997 tak terelakan lagi.

Apalagi,  SEA Games ini sangat istimewa yang tidak dipersiapkan sebelumnya, karena Indonesia menggantikan Brunei Darussalam  yang mendadak mundur sebagai tuan rumah.

Sehingga Indonesia menggantikan posisi Brunei.

Hal ini dituangkan dalam Kepres NO I Tahun 1996 tentang Sea Games XIX di Jakarta. 

Sebagai tindak lanjut maka terbitlah Kepmenkokesra tentang mitra penyelenggara swasta yang diminta bantuan mengumpulkan dana untuk SEA Games.

Konsorsium diminta menyediakan maksimal dana Rp 70 Miliar.

Baca juga: Ada Risiko Penggunaan Uang Negara dalam Situasi Krisis, Menkeu: Kita Libatkan Penegak Hukum

Hal itu kemudian dituangkan dalam MoU antara PT. Tata Insani Mukti sebagai pelaksana konsorsium dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). 

Namun ternyata biaya yang diperlukan melebihi kesanggupan konsorsium.

Sebab selain biaya penyelenggaraan SEA Games juga diperlukan biaya pembinaan atlet. 

Karena  tidak punya budget SEA Games dalam APBN maka negara melalui Setneg mengambil pinjaman dari dana reboisasi KLH.

Setneg memberikan pinjaman kepada Konsorsium swasta mitra penyelenggara SEA Games XIX 1997, dengan jangka waktu 8 Oktober 1997 hingga 8 Oktober 1998 dengan konsensus Presiden dengan konsorsium.

Apabila hasil audit melebihi Rp 70 Miliar maka dana pinjaman tersebut akan dikonversi menjadi Bantuan Presiden (Banpres) SEA Games XIX karena event ini adalah kepentingan dan hajat Negara. 

Namun yang terjadi, 20 Mei 1998 Presiden Soeharto mundur dari RI 1.

Perubahan situasi politik nasional ini sangat mempengaruhi mekanisme yang ada.

Sehingga ditahun 1998 dilakukan audit dengan hasilnya biaya SEA Games yang dikeluarkan konsorsium sebesar Rp 156 Miliar.

Biaya yang dikeluarkan konsorsium ini  sudah dilaporkan kepada Menpora, Mensetneg dan  KONI.

Namun laporan ini tidak direspon hingga pada  rapat dengan komisi VII DRR RI tahun 1999.

Baca juga: Pesan Menkeu ke Kementerian dan Pemda: Jangan Abaikan Temuan BPK

Secara kedudukan hukum tegas Hardjuno, Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) SEA Games bukanlah badan hukum.

"PT Pelaksana KMP lah yang secara hukum memiliki kedudukan hukum, dalam hal ini PTTata Insani Mukti," terangnya. 

Terkait gugatan TUN aquo, sebagai pribadi Bambang Trihatmodjo keberatan jika dianggap bertanggung jawab atas hubungan hukum secara langsung antara konsorsium dengan negara.

Jika itu dianggap merupakan kewajiban maka hal tersebut adalah kewajiban PT. Tata Insani Mukti sebagai subyek hukum.

Bahkan kata Hardjuno, Bambang Trihatmodjo juga telah menuntut PT. Tata Insani Mukti.

Bahkan putusannya telah inkrach di PN Jakarta Selatan. 

Karena uang pribadi Bambang Trihatmodjo banyak dipakai sehingga layak meminta pertanggungung jawaban atas penggunaan dana Rp 156 Miliar yang digunakan Konsorsium untuk pelaksanaan Sea Games XIX 1997.

"Jadi, persoalan ini harus secara komprehensif yuridis, politis, sosiologis historis ditelaah dan dikaji kembali. Mengingat SEA Games XIX adalah kepentingan dan hajat negara dan Indonesia menjadi juara umum," tegasnya. 

Baca juga: Kemenkeu Antisipasi Risiko Pertanggungjawaban APBN 2021

SEA Games XIX ini sangat istimewa  jika dibandingkan dengan SEA Games lainnya.

Justru negara awalnya tidak mengeluarkan dana APBN malah dicarikan dana oleh konsorsium untuk pelaksanaannya.

"Coba di bandingkan dengan SEA Games 2011. Sumber pendanaan  dari APBN. Kalau dibandingkan secara proporsional, besaran dana SEA Games 2011 ini sangatlah besar dibandingkan dengan SEA Games XIX lalu," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini