TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan Bali tidak hanya sekadar icon destinasi wisata berkelas dunia.
Melainkan juga menjadi icon perdamaian dunia.
Hal ini tidak lepas dari keberadaan Bali sebagai 'The Island of Tolerance', 'The Island of God', 'The Island of Peace and Love', and 'The Island of Paradise', dengan prinsip tetap mengukuhkan budaya lokal tanpa menutup diri dari kehidupan dunia internasional.
"Masyarakat Bali juga dikenal dengan ajaran Tri Hita Karana. Secara harfiah dimaknai sebagai tiga sumber kebahagiaan, yang merupakan konsep spiritual dan falsafah hidup masyarakat Bali, yang mengedepankan konsep keseimbangan dan keselarasan hidup dalam menjalin hubungan dengan Tuhan, dengan manusia, dan dengan lingkungan alam," ujar Bamsoet, saat menjadi Keynote Speech 'Konferensi Internasional Bali Bhuwana Waskita' yang diselenggarakan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Bali, secara virtual dari Jakarta, Selasa (28/9/2021).
Baca juga: Fenomena Bayi 10 Bulan dan Pensiunan Polisi Jadi Manusia Silver, Mensos dan Kompolnas Bersuara
Baca juga: Menparekraf Sebut Pembukaan Bali untuk Turis sudah Tahap Finalisasi, Ujicoba Mulai Bulan Oktober
Turut hadir antara lain Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan 'Kun' Adnyana, juru bicara Presiden RI Fadjroel Rachman, pendiri Agung Rai Museum of Arts Anak Agung Gde Rai, perwakilan Universitas Sanata Darma Yogyakarta Sunardi, dan perwakilan Queen Victoria Museum and Art Gallery Australia Carmencita Palermo.
Ketua DPR RI ke-20 ini memaparkan, kekayaan seni dan budaya Indonesia termasuk yang terbesar di Indonesia.
Berdasarkan laporan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020, Indonesia memiliki 2.907 cagar budaya dengan 439 museum.
Indonesia juga memiliki 5 daftar warisan dunia kategori budaya yang diakui UNESCO. Antara lain, komplek Candi Borobudur (ditetapkan UNESCO tahun 1991), komplek Candi Prambanan (1991), Situs Manusia Purba Sangiran (1996), Lanskap Budaya Bali: Sistem Subak sebagai perwujudan filosofi Tri Hita Karana (2012), dan Kota Lama Tambang Batubara Sawahlunto (2019).
"Sementara untuk warisan budaya tak benda dan daftar praktek pengamanan yang ditetapkan UNESCO, hingga tahun 2019 jumlahnya mencapai 10 warisan. Antara lain Tiga Genre Tari Tradisional di Bali, Tas Noken, Tari Saman, Angklung, Batik, Keris, Pertunjukan Wayang, Pinisi, Pencak Silat, hingga Pendidikan dan Pelatihan Warisan Budaya Tak Benda Batik untuk Siswa SD, SMP, SMA, SMK, dan Mahasiswa Politeknik, bekerjasama dengan Museum Batik Pekalongan," jelas Bamsoet.
Baca juga: Sandiaga Sebut Penerapan Ganjil Genap di Objek Wisata Bali untuk Mengantisipasi Travel Madness
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, pentingnya menjaga ketahanan budaya dan memajukan kebudayaan mempunyai dasar pijakan yang kuat karena diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pada Pasal 32 Ayat (1) dinyatakan, Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Ketentuan tersebut mencerminkan pengakuan adanya dua sisi peran penting kebudayaan, yaitu dalam membentuk jati diri bangsa, dan dalam menyikapi modernisasi dan laju peradaban zaman.
"Untuk memastikan kehadiran negara dalam menjalankan mandat konstitusi dalam bidang kebudayaan tersebut, telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang dimaknai sebagai serangkaian upaya yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia. Pemajuan kebudayaan dilakukan dengan melakukan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan, serta melakukan pembinaan terhadap sumber daya manusia kebudayaan," terang Bamsoet.
Baca juga: Pemerintah Alokasikan Anggaran Triliunan Rupiah untuk Pulihkan Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Dia menekankan, seni dan budaya memiliki aspek multidimensional.
Seni dan budaya tidak pernah berdiri sendiri, melainkan akan selalu terhubung pada kondisi lingkungan, referensi sosial, serta berbagai paradigma yang merepresentasikan perkembangan zaman.
"Seni dan budaya akan selalu menawarkan peluang-peluang pada berbagai sektor kehidupan, yang dapat kita gali dan kembangkan dengan daya kreasi dan inovasi. Seni dan budaya akan senantiasa terikat pada kondisi lingkungan sosial di sekitarnya. Seni dan budaya juga akan menangkap fenomena pergeseran paradigma yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara," pungkas Bamsoet.