Bahkan, kata dia, kelompok tersebut menjelek-jelekkan pemerintah dengan dalil agama.
"Melihat fenomena seperti ini saya merasa terpanggil," ujarnya.
"Saya sebagai TNI, hal demikian kita tak boleh tinggal diam. Karena cara yang seperti ini berbahaya. Karena jika doktrin sudah masuk ke dalam masyarakat dengan dalil agama, maka ini akan jadi pertaruhan yang sangat luar biasa," kata dia.
Dudung memandang seyogyanya kebijakan pemerintah harus dihargai dan berpegang teguh pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Namun demikian, ketika menjabat sebagai Pangdam Jaya, Dudung menemukan banyak sekali kegiatan-kegiatan kelompok tersebut yang dilakukan sesukanya.
Di antaranya dengan memasang baliho bermuatan ajakan berjihad dan revolusi akhlak tanpa mematuhi aturan yang berlaku.
Menurut dia, kalau tidak ditindak dan ditertibkan, kata Dudung maka hal tersebut akan membahayakan.
Ia juga mengatakan program-program yang dijalankan pemerintah saat ini sudah sangat baik dan hanya segelintir orang yang memprovokasi di media sosial.
"Hanya segelintir orang saya lihat karena ketidakpusasan, yang dulunya tak ada jabatan kembali, berbicara di media sosial, memprovokasi masyarakat, jangan lah seperti itu," ujarnya.
"Dulu pernah menjabat, ya sudah. Mari sekarang serahkan ke generasi penerus, kasihan bangsa ini. Kita salah berbicara, salah berucap, yang jstru dampaknya pada masyarakat," kata Dudung.
Kesaksian Yasin, Penggali Kuburan Jenderal di Lubang Buaya
Yasin (71) adalah saksi sejarah Gerakan 30 September PKI (G30S/PKI) yang saat ini masih hidup. Dia menceritakan rasa trauma yang kini dialami warga Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Saat peristiwa, Yasin masih duduk di kelas 3 Sekolah Dasar. Penggerebekan yang dilakukan prajurit PKI ke perkampungan membuat warga ketakutan.
"Penggerebekan besar-besaran membuat trauma warga sekitar," kata Yasin mengisahkan pengalamannya kepada Tribun Network, Kamis (30/9/2021).