“Ketika mendapat saran itu, saya termotivasi karena keahlian forensik ketika itu belum dimiliki polwan lain."
Baca juga: Autopsi Pembunuhan di Subang Temukan Petunjuk Baru, Berikut Pernyataan Polisi
Baca juga: UPDATE Kasus Subang: Ahli Forensik Sebut Kebenaran Segera Terungkap hingga Warga Perketat Keamanan
"Saya adalah polwan pertama yang menjadi dokter forensik,” ungkap Sumy dalam wawancaranya bersama Harian Kompas edisi 26 Agustus 2015.
Tugas pertama Sumy di bidang forensik adalah mengidentifikasi jasad korban bom Bali I di tahun 2002.
Dalam penugasan itu, ia adalah wanita pertama dari anggota tim forensik asal Indonesia.
Dari tugas pertamanya tersebut, Sumy semakin bertekat untuk fokus di bidang forensik.
Ia pun melanjutkan studi di bidang kedokteran forensik di Universitas Diponegoro selama tiga tahun, 2002-2005.
Setelahnya, Sumy mengikuti kursus Disaster Victim Investigation (DVI) di Singapura pada 2006.
Tak hanya DVI, ia juga mendapatkan pendidikan spesialis lainnya, seperti kursus DNA di Malaysia pada 2007.
Lalu, kursus identifikasi luka ledakan di Perth, Australia tahun 2011.
Selain kursus, Sumy juga pernah mengikuti sejumlah pertemuan ahli forensik dunia, seperti di New Delhi, India pada 2010.
Lalu di Chicago, Amerika Serikat (AS) tahun 2011; di Den Haag, Belanda tahun 2012; dan di Lyon, Prancis tahun 2014.
Baca juga: Kasus Pembunuhan Sadis di Subang: Puluhan Polisi Berpakaian Preman Datangi TKP Pasca Autopsi Ulang
Baca juga: Sehari Setelah Autopsi Tuti dan Amalia, Puluhan Polisi Datangi TKP Pembunuhan di Subang
Dilansir Kompas.com, berikut ini deretan kasus dimana Sumy terlibat dalam proses identifikasi korban:
- Bom Bali I (2002);
- Bom Kedubes Australia di Jakarta (2004);