Dirinya menilai, tuntutan itu sama sekali tak mencerminkan keadilan.
"Rendahnya tuntutan itu membuktikan bahwa proses persidangan berjalan tidak objektif dan tidak adil," ujar Ikhsan.
Selain itu, tuntutan rendah tersebut juga disertai dugaan rekomendasi sang atasan agar Oditur Militer meringankan hukuman.
Bentuknya adalah rekomendasi keringanan hukuman.
Lebih lanjut kata dia, potret impunitas melalui tuntutan yang rendah tersebut semakin tak berkeadilan dengan putusan tingkat banding Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, melalui Putusan Nomor 86-K/BDG/PMT-II/AD/XII/2020.
Dalam putusan tingkat banding itu, telah menghapus sanksi pidana tambahan untuk dua orang dari 11 terdakwa.
"Melalui Putusan Nomor 86-K/BDG/PMT-II/AD/XII/2020, menghapus sanksi pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer kepada 2 orang terdakwa," tukas Ikhsan.
Sebagai informasi, data dalam temuan ini dikumpulkan dengan cara dan menggunakan, kajian kebijakan, pemantauan implementasi kebijakan, partisipatory action research dalam advokasi reformasi sektor keamanan, dan pemanfaatan pemberitaan media massa.
Adapun periode riset dan pemantauan ini adalah peristiwa atau persoalan yang terjadi dari 5 Oktober 2020 hingga 4 Oktober 2021.
Persoalan-persoalan yang terdokumentasi dan informasi yang dikumpulkan merupakan persoalan yang berkaitan dengan reformasi TNI yang kemudian diolah sesuai dengan metodologi penelitian.