TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik UIN Syarief Hidayatullah, Adi Prayitno ikut menganalisa pesan dan makna di balik aksi Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini yang kerap marah di depan publik.
Menurut Adi, aksi marah-marah Risma dilakukan untuk menjadi pembeda dengan pemimpin lainnya.
"Sebenarnya sederhana, Risma ini ingin mempertontonkan kepada publik bahwa beliau adalah pemimpin yang punya pembeda dengan yang lainnya."
"Kalau (pemimpin, red) yang lain punya persoalan relatif lebih kalem, menggunakan cara-cara ketimuran."
Baca juga: Unggah Foto Mensos Risma saat Sekolah hingga Jadi Pejabat, Roy Suryo: Silakan Action Terus
"Risma tidak, dia menggunakan terobosan yang menurut dia harus menjadi perhatian publik," kata Adi, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Selasa (5/10/2021).
Adi menilai, dari segi komunikasi ada dua pesan yang ingin disampaikan Risma di balik aksi marahnya di depan publik.
Pertama, ingin menunjukkan sosok Risma sendiri.
Kedua, supaya apa yang menjadi pokok persoalan viral hingga dibicarakan orang.
"Ketika Risma misalnya mengatur lalu lintas, duduk di lampu merah, nyapu di makam syeh atau marah-marah, sebenarnya apa yang dilakukan oleh Risma harus menjadi perhatian publik sehingga menjadi perbincangan," kata Adi.
Hal itu Adi contohkan dengan persoalan Risma memarahi pendamping PKH di Gorontalo beberapa waktu lalu.
Menurutnya, aksi marah Risma berimplikasi membuat persoalan tentang data-data penerima bansos ikut dibicarakan.
"Artinya Risma berani melakukan hal-hal yang tidak wajar demi menyampaikan pesan yang harus menjadi perhatian serius oleh publik."
"Makanya belakangan setelah Risma memarahi data PKH, viral tentang datanya yang memang amburadul," jelas Adi.
Kendati demikian, Adi menilai gaya komunikasi seperti Risma kurang disukai publik.
Bahkan, ia menjadi teringat dengan sosok Mantan Gubernur DKI Jakarta yang kini menjadi Komisaris Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Buntut dari gaya komunikasi Ahok yang cenderung blak-blakan, sosoknya kerap mendapat kritikan dari banyak pihak.
Baca juga: Pendamping PKH di Gorontalo Tak Keberatan Dimarahi Mensos Risma, Anggap Bagian dari Pendidikan
"Tapi prolemnya model komunikasi yang konfontratif kaya gitu cenderung tidak disukai oleh publik."
"Betul bahwa Risma sedang memancing perdebatan serius tentang suatu persoalan, tapi komunikasi yang agresif selain tidak disukai orang, kemudian mengingatkan apa yang terjadi pada Ahok,"
"Ahok kurang hebat gimana, dinilai punya kerja yang bagus, tegas, tapi karena sering marah-marah justru tidak mendapat intensif yang postif, tapi negatif, bahkan mendapatkan bullyan dan kritik dimana-mana," ujar Adi.
Pendamping PKH Tak Keberatan Dimarahi Risma hingga Anggap Masalah Selesai
Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Gorontalo, Fajar Sidik Napu yang menjadi korban kemarahan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini, buka suara.
Fajar diundang oleh Gubernur Gorontalo Rusli Habibie di kediaman pribadinya di Kelurahan Moodu Kota Gorontalo, Minggu (3/10/2021) kemarin.
Rusli sengaja mengundang Fajar untuk mendengarkan klarifikasi terkait aksi Mensos Risma yang marah-marah kepadanya.
Di hadapan Gubernur Rusli, Fajar mengaku sudah memaafkan Mensos Risma.
Baca juga: Risma Kembali Marah-marah, Hidayat Nur Wahid hingga Pengamat Desak Jokowi Tegur Sikap Mensos
Ia menilai sikap Mensos sebagai bentuk perhatian seorang ibu kepada anak-anaknya.
Fajar pun mengaku tak keberatan dengan sikap Mensos Risma yang memarahinya di depan publik.
"Beberapa media juga bertanya kepada saya, apakah saya keberatan dengan tindakan kemarin? Saya membalas tidak."
"Tidak mungkin saya memarahi orang tua yang memarahi saya, karena bagi saya itu bagian dari pendidikan ke kami,” kata Fajar, dikutip Tribunnews.com dari situs resmi Pemprov Gorontalo, Senin (4/10/2021).
Kemudian, Fajar menjelaskan duduk perkara persoalan yang terjadi saat itu.
Ketika itu, katanya, ada 26 nama penerima PKH yang dipertanyakan oleh kepala desa kenapa uangnya belum masuk.
Fajar menjelaskan, hal itu karena nama-nama tersebut belum masuk di daftar Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang menjadi domain Kementrian Sosial.
"Berikutnya saya jelaskan karena saat ini sedang terjadi proses pemadanan data sehingga terindikasi KPM ini dinonaktifkan dari DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial)," beber Fajar.
Menerima penjelasan itu, Risma bertanya kepada staf kementerian yang menjawab datanya ada.
Begitu pula dengan jawaban pihak bank yang bertugas mencairkan dana.
"Pihak bank menyampaikan sudah dalam proses transaksi. Mendengar hal itu ibu menteri langsung berdiri ke arah saya."
"Padahal maksud pihak bank itu yang sudah transaksi untuk program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) bukan penerima PKH yang ibu menteri maksudkan," lanjutnya.
Setelah kejadian tersebut, Fajar sudah mengklarifikasi kepada Mensos Risma.
Ia menjelaskan jika daftar 26 nama nama tersebut masih ada di aplikasi e-pkh.
Baca juga: Gubernur Gorontalo Kecewa Mensos Risma Marahi Pegawainya: Sangat Tidak Patut Dilakukan
Sebagian besar di antaranya merupakan penerima perluasan (PKH baru penambahan) tahun 2021.
"Nama-nama yang belum masuk uangnya itu, PKH perluasan yang pendataannya dilakukan bulan Januari dan pengaktifannya antara bulan Juni dan Juli 2021," imbuhnya.
Sebagai koordinator PKH, pihaknya berkomitmen untuk bekerja sesuai dengan prinsip SIP yakni santun, integritas dan profesional.
Pihaknya tidak pernah menghapus dan menambah data sesuka hati dan data tersebut tersimpan di Kementerian Sosial.
Risma Minta Maaf ke Gubernur Gorontalo
Setelah persoalan Risma marah-marah menjadi ramai, Rusli mengaku langsung mendapat permintaan maaf dari Mensos Risma.
Rusli mengaku menerima permintaan maaf itu dari WhatsApp pribadi Mensos Risma.
Pesan itu dikirim ke istrinya Idah Syahidah yang juga sebagai anggota Komisi VIII DPR RI.
"Sebagai gubernur juga saya meminta maaf kepada Ibu Menteri jika ada kalimat, sikap saya yang menyinggung ibu menteri untuk mohon dimaafkan," katanya.
Gubernur Rusli mengaku tidak ingin memperpanjang masalah ini dan meminta semua orang menyikapinya secara bijak.
Rusli mengaku sayang ke Mensos Risma, ia hanya tidak ingin sikap sering marah-marah Risma terus berlanjut di daerah lain.
"Saya takutnya Ibu Menteri bertemu dengan warga yang tingkat kecerdasannya kurang, kita katakan sumbu pendek atau gimana maka ibu menteri yang balik diserang."
"Itu yang tidak kita harapkan. Mudah mudahan ini yang pertama dan terakhir," imbuhnya.
Rusli berharap agar permasalahan ini sudah berakhir.
Ia juga memastikan apa yang dilakukan adalah bentuk tanggungjawabnya sebagai gubernur sebagaimana Ibu Risma datang sebagai seorang menteri, tidak ada kaitannya dengan politik dan partai politik manapun.
"Jadi sudah clean and clear ini semata mata miskomunikasi. Jadi jangan digiring jadi opini politik. Tidak ada hubungan sama sekali. Saya bicara sebagai gubernur, Pak Fajar sebagai koordinator, Ibu Risma datang bukan sebagai kader partai tapi sebagai Mensos RI," tegasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)