Poin keenam, kata Gufron, langgengnya Impunitas dan berlanjutnya kekerasan TNI terhadap pembela HAM.
Baca juga: Pengamat Sebut Survei Calon Panglima TNI Aneh: Itu Hak Prerogatif Presiden, Bukan Ditentukan Publik
Menurutnya berbagai kasus kekerasan itu menunjukkan bahwa reformasi TNI sesungguhnya belum tuntas, khususnya dalam upaya untuk memutus budaya militerististik yang diwarisi dari rezim otoritarian Orde Baru.
Motif dari tindakan kekerasan yang dilakukan oknum anggota itu, kata dia, beragam mulai dari motif persoalan pribadi, bentuk solidaritas terhadap korps yang keliru, sengketa lahan dengan masyarakat, terlibat dalam penggusuran, serta kekerasan terhadap jurnalis dan pembela HAM.
Alih-alih memberikan hukuman setimpal kepada pelaku pelanggar HAM, kata dia, otoritas sipil justeru melanggengkan praktik Impunitas.
"Sekaligus mengkhianati komitmen penyelesaian pelanggaran HAM dengan memberikan pelaku pelanggar HAM jabatan-jabatan strategis di pemerintahan," kata Gufron.
Poin terakhir, kata dia, kesejahteraan prajurit TNI masih rendah dan tidak merata.
Sebagai alat pertahanan negara, kata Gufron, TNI bertugas pokok menjaga wilayah pertahanan Indonesia yang bukan pekerjaan mudah.
Untuk melaksanakan tugas pokoknya itu, kata dia, TNI membutuhkan kelengkapan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang memadai dan kapasitas sumber daya manusia yang profesional.
Dengan beban tugas yang berat dan suci itu, kata Gufron, wajar apabila profesionalisme TNI ditunjang dengan peningkatan kesejahteraan prajurit.
Selama ini, kata dia, penguatan sumber daya manusia terkait dengan kesejahteraan prajurit TNI masih minim.
Terbatasnya rumah dinas anggota TNI, kata Gufron, adalah satu contoh dari permasalahan kesejahteraan prajurit.
Dalam beberapa kasus, lanjut Gufron, masalah kesejahteraan anggota TNI telah membuat mereka mencari sumber pendapatan lain di luar gaji mereka.
"Meski penguatan alutsista merupakan suatu kebutuhan, memberikan jaminan kesejahteraan bagi prajurit merupakan sebuah kewajiban yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 49 juncto Pasal 50 UU No 34/2004," kata dia.