Setelah itu, kata Yusril, muncul pernyataan dari kubu AHY bahwa Yusril tak merapat karena mematok fee terlalu tinggi yaitu Rp 100 miliar.
Bahasa Indonesia disebutnya kerap bersayap, kadang benar orang menyatakan sesuatu tapi terkadang melebih-lebihkan.
"Kadang memang orang itu ngomong Rp 100 miliar itu benar-benar Rp 100 miliar. Tapi bisa juga orang itu sebenarnya dia nggak mau membantu orang itu, lalu menawarkan sesuatu yang seperti yang dibilang tadi tidak masuk akal dan kemudian menyampaikan bahwa angka seperti itu," katanya.
Di sisi lain, Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu menegaskan wajar apabila advokat meminta fee kepada calon klien.
Sebab advokat tidak dibiayai negara dengan uang rakyat seperti jaksa, polisi, dan hakim.
Namun, Yusril mengaku menerima saja dengan pernyataan yang disampaikan kubu AHY.
Dia pun mengharapkan agar dirinya benar-benar mendapat rezeki Rp 100 miliar seperti yang dibicarakan selama ini.
"Jadi kalau klien itu minta fee kepada klien itu sah saja, yang tidak boleh itu orang jadi pejabat, anak presiden, istri presiden, minta fee proyek nah itu yang nggak boleh, advokat mah boleh aja. Hanya saja kok kemudian dibesar-besarkan setiap hari. Ya tapi sudah jadinya bagus juga bagi saya, jadi orang tahu wah Yusril nggak sembarangan (menerima kasus)," ucapnya.
"Bahkan ada yang bilang sama saya nih anda mengalahkan six million dollars men katanya kan, jadi anda sekarang seven million dollars lawyers lebih hebat anda katanya. Sekarang ya biarin saja saya bilang, kalau orang ngomong begitu ya nggak apa-apa, mudah-mudahan menjadi doa dan saya mendapat rezeki Rp 100 miliar syukur alhamdulillah," pungkasnya.
Tolak Tawaran SBY Saat Diminta Jadi Hakim MK
Dalam diskusi tersebut, Yusril Ihza Mahendra juga mengungkapkan Presiden Ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah menawarinya menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut penuturannya, berkali-kali dia ditawari jabatan tersebut.
Namun Yusril menolak tawaran tersebut karena lebih baik menjadi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) saat itu.
Hal itu disampaikan Yusril merespons penunjukan mantan Ketua MK Hamdan Zoelva sebagai kuasa hukum DPP Demokrat atas gugatan AD/ART.