TRIBUNNEWS.COM - Rencana pemberian nama jalan di Jakarta dengan nama tokoh bangsa Turki, Mustafa Kemal Attaturk, masih hangat dibincangkan.
Sejumlah tokoh memberikan pendapatnya menanggapi rencana penamaan jalan dengan cara resiprokal alias saling berbalas kedua negara itu.
Mereka yakni Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dan Fadli Zon.
Hingga akademisi di bidang hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra.
Baca juga: Kontroversi Nama Jalan Mustafa Kemal Attaturk, Mahfud MD: Jangan, Tak Sebanding dengan Bung Karno
Para tokoh ini di antaranya menyebut bahwa nama Mustafa Kemal Attaturk tidak pas nuntuk sebuah jalan di ibu kota.
Sementara ada yang menyoroti langkah Pemerintah meminta negara lain soal pemberian nama jalan.
Inilah fakta-fakta pendapat para tokoh dirangkum Tribunnews.com mengenai rencana pemberian nama jalan di Jakarta dengan nama Mustafa Kemal Attaturk.
1. Sekjen MUI Menolak
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan menolak pemberian nama jalan Mustafa Kemal Ataturk.
Menurut dia, Mustafa Kemal Ataturk adalah tokoh yang erat dengan paham sekularisme.
Baca juga: Balas Pemberian Nama Jalan ‘Ahmet Soekarno’, Nama Pendiri Turki Akan Dijadikan Nama Jalan di Jakarta
Atas alasan tersebut, pihaknya mengusulkan nama tokoh besar Turki lainnya, yakni Muhammad al Fatih atau Sultan Mehmed II.
"Karena itu saya ingin menegaskan daripada lebih banyak menimbulkan pro kontra, saya mengusulkan nama Kemal Ataturk ini diganti dengan nama lain yang lebih bagus yaitu Muhammad Al Fatih atau Sultan Mehmed II."
"Karena ini nama seorang tokoh yang sangat legendaris yaitu penaklukan Konstantinopel," jelas Amirsyah, diktutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Senin (18/10/2021).
Amirsyah menambahkan, nama Muhammad al Fatih dinilai sebanding dengan tokoh Soekarno menjadi nama jalan yang ada di Turki.
Mengingat Soekarno sendiri sangat berjasa sebagai tokoh proklamator Indonesia yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
"Oleh karena itu, dua nama hemat saya adalah equal dibanding dengam Mustafa Kemal Ataturk seorang tokoh yang banyak menimbulkan upaya sekularisasi di Turki," imbuh dia.
Lanjutnya, pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan usulan nama dari MUI.
Ia juga mengingatkan pemerintah untuk mengambil perhatian dari polemik nama jalan Mustafa Kemal Ataturk ini.
"Indonesia sebagai negara yang menghargai jasa pahalwan, karena itu harus mencari nama-nama sesuai dengan usulan dan aspirasi yang berkembang," jelas dia.
Baca juga: Penjelasan Dubes RI soal Pemberian Nama Tokoh Turki Mustafa Kemal Ataturk untuk Nama Jalan di DKI
2. Fadli Zon Apresiasi Nama Jalan
Selain itu, usulan nama juga datang dari anggota Komisi I DPR RI Fraksi Gerindra Fadli Zon.
Fadli Zon mengapresiasi inisiatif KBRI Ankara yang mengusulkan nama jalan di depan KBRI menjadi Jalan Ahmet Soekarno.
"Saya apresiasi inisiatif KBRI Ankara yang mengusulkan nama Jalan Belanda menjadi Jalan Achmad Soekarno. Di jalan itu akan berdiri kantor KBRI yang baru. Ini langkah sangat bagus," ujar Fadli Zon kepada Tribunnews.com, Senin (18/10/2021).
Namun untuk resiprokalitas, Fadli kurang sependapat jika nama yang dipilih adalah Mustafa Kemal Attaturk.
Sebab figur orang itu dianggap Fadli cukup kontroversi. Tak hanya di Turki, melainkan juga di Indonesia.
"Nah untuk resiprokalitas, pihak Turki kabarnya mengusulkan nama jalan juga, Mustafa Kemal Attaturk. Namun figur ini tak hanya kontroversi di Turki, tapi juga di Indonesia," jelasnya.
Oleh karenanya, dia pun mengusulkan agar nama jalan di DKI Jakarta yang akan diganti menggunakan nama sosok Fatih Sultan Mehmet II.
Baca juga: Wakil Wali Kota Jakpus Buka Suara Rencana Kawasan Menteng Jadi Lokasi Nama Jalan Tokoh Turki
Fadli menyebut sosok tersebut berhasil menaklukkan Konstantinopel di usianya yang masih terbilang belia.
Menurutnya nama sosok ini akan lebih diterima Indonesia.
"Sementara kalau Jalan Fatih Sultan Mehmet II atau Jalan Muhammad al Fatih, pasti diterima mayoritas masyarakat Indonesia. Ia adalah sang penakluk Konstantinopel pada 1453 pada usia 21 tahun."
"Namanya tercatat sebagai conqueror termuda sepanjang sejarah, lebih muda dari Alexander the Great," paparnya.
3. Mahfud MD Cerita Sejarah
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, angkat suara terkait rencana penamaan mantan Presiden Turki, Mustafa Kemal Attaturk menjadi nama jalan di Indonesia yang menimbulkan Pro-kontra.
Menanggapi polemik tersebut, Mahfud mengatakan, penamaan Mustafa Kemal Attaturk dinilai tidak tepat untuk sebuah jalan yang kabarnya terletak di wilayah Kebon Sirih, Jakarta Pusat itu.
Hal itu diungkapkan Mahfud dalam agenda diskusi dan bedah buku berjudul Intoleransi dan Radikalisme Kuda Troya Politik dan Agama milik Islah Bahrawi, secara daring, Minggu (24/10/2021).
"Soal jalan di Kebon Sirih, akan dijadikan nama jalan Kemal Attaturk dan sebagainya, jangan, nggak sebanding Attaturk dengan Bung Karno itu," kata Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan, meski nama Mustafa Kemal Attaturk menjadi salah satu nama orang yang dikagumi Soekarno dan tercatat hingga kini, namun kata Mahfud, sosok Bapak Bangsa Turki itu dinilai penjahat.
"Attaturk itu penjahat dulu Attaturk itu salah satu seorang yang dikagumi Bung Karno dan itu ditulis ada tulisannya sampai sekarang, tapi tapi Bung Karno orang yang terbuka dia juga mengaku mengagumi para ulama-ulama Indonesia," tukasnya.
4. Yusril Sindir Pemerintah
Akademisi di bidang hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan di masa mendatang sebaiknya pemerintah tak lagi meminta negara lain menamakan jalan di negaranya dengan tokoh Indonesia.
"Ke depan sebaiknya kita tidak usah lagi minta negara lain memberi nama jalan dengan tokoh-tokoh bangsa kita," kata Yusril dikutip dari akun instagram pribadinya @yusrilihzamhd, Jumat (22/10/2021).
Menurut mantan Menteri Sekretaris Negara ini, permintaan nama itu bisa jadi bumerang bagi Indonesia.
Sebab bisa saja negara yang meminta timbal balik tersebut, mengusulkan nama tokohnya yang kontroversial atau bertolak belakang dengan ideologi bangsa Indonesia.
"Sebab, jika mereka juga minta nama tokoh mereka dijadikan nama jalan di Jakarta, kita bisa pusing sendiri," tutur Yusril.
Sebaiknya kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini, kondisi yang bisa diciptakan ialah dengan inisiatif sendiri Indonesia memberi nama jalan dengan tokoh negara lain.
Seperti yang dilakukan pada Jalan Patrice Lumumba, yakni jalan penghubung antara Gunung Sahari dengan Bandara Kemayoran di zaman dulu.
Namun jalan tersebut telah berganti nama lagi menjadi Jalan Angkasa.
"Di masa lalu, kita pernah dengan inisiatif sendiri memberi nama jalan dengan tokoh negara lain. Ambil contoh Jalan Patrice Lumumba misalnya yang terletak antara Jalan Gunung Sahari dengan Bandara Kemayoran zaman dulu. Lumumba adalah pemimpin Republik Congo di Afrika. Dia dikudeta dan oleh lawan-lawannya dan dituduh Komunis," terang Yusril.
5. Lulung Menolak
Sementara itu Abraham Lunggana alias Haji Lulung selaku Ketua Umum Bamus Betawi menentang keras rencana penamaan jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat mengunakan nama Presiden pertama Turki, Mustafa Kemal Ataturk.
Bahkan kata Lulung, suku Betawi mengharamkan nama Mustafa Kemal Ataturk terpampang di tanah Jakarta manapun.
"Haram hukumnya di tanah Betawi ada nama Jalan Mustafa Kemal Ataturk," kata Lulung dalam keterangannya, Kamis (21/10/2021).
Mantan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta ini menyebut sikap penolakan Bamus Betawi dilatarbelakangi pertimbangan reputasi Ataturk yang merupakan tokoh Turki kontroversial.
Ataturk bahkan dikenal dunia sebagai sosok yang Islamofobia.
"Dia adalah seorang tokoh sekuler yang kejam dan benci Islam. Sehingga tidak layak namanya dijadikan nama jalan di tanah yang mayoritas penduduknya beragama Islam," ungkapnya.
Atas hal tersebut Lulung meminta pemerintah tidak sembarangan memberi nama jalan di Jakarta, sebelum meninjau atau mengevaluasi seluruh aspek sejarah dan geografisnya.
Bila nama Ataturk dipaksakan dipakai, Ketua DPW PPP DKI Jakarta ini mengatakan upaya tersebut justru akan mencederai perasaan umat Islam Indonesia, khususnya umat Islam Betawi yang merupakan suku asli Jakarta.
Lebih lanjut, Lulung sejatinya mengapresiasi ide pemerintah Indonesia dan Turki yang saling memberi nama jalan guna penguatan hubungan bilateral.
Namun ia meminta pemerintah melihat realitas yang terjadi di masyarakat, di mana banyak penolakan dan protes terhadap nama Ataturk.
Dalam waktu dekat, pihaknya akan secara resmi berkirim surat ke Kedutaan Besar Turki di Indonesia atas penolakan nama Ataturk.
"Selanjutnya kami akan mengirim surat resmi tentang keberatan kami keluarga besar Bamus Betawi agar sebaiknya usulan Ataturk diganti dengan nama lain saja," imbuh Lulung.
Eks Anggota DPR RI ini pun mengusulkan nama alternatif lain yakni 'Jalan Turki Utsmani'.
"Saya kira, kenapa tidak Turki Utsmani saja, kan banyak juga nama tempat atau daerah yang dijadikan nama jalan di Jakarta. Sebagai simbol peradaban Islam terakhir di dunia, penamaan Turki Utsmani akan menjadi doa dan Inspirasi bagi generasi ke depan," pungkasnya.
Awal Mula
Sebelumnya, Pemerintah Turki menganugerahkan nama jalan di depan kantor KBRI Ankara yang baru dengan nama Jalan Ahmet Soekarno sebagaimana yang diungkapkan Menteri luar negeri Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi usai melakukan lawatan ke Ankara, Turki, Selasa (12/10/2021).
Sebagai balasan, Indonesia akan memberi nama salah satu jalan di DKI Jakarta dengan nama tokoh pendiri bangsa Turki.
Duta Besar RI untuk Turki, Lalu M Iqbal saat dihubungi Tribunnews, Jumat (15/10/2021) menyatakan sudah berkoordinasi dengan Pemprov DKI, terkait hal ini.
Pengajuan kepada Pemprov DKI berlangsung pada April lalu, disambut langsung oleh Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria.
Dubes RI mengatakan awal mula tercetusnya nama Jalan Ahmet Soekarno merupakan permintaan dari pihak KBRI Ankara, karena nama jalan di depan gedung baru KBRI adalah jalan Belanda.
KBRI mengajukan nama jalan Ahmet Soekarno karena memang belum ada nama jalan berbau Indonesia di Turki.
“Yang request KBRI sebetulnya. Karena nama jalan di depan gedung baru KBRI adalah jalan Belanda dan memang karena belum ada nama jalan berbau Indonesia di Turki,” kata Dubes RI saat dihubungi.
Namun, pemerintah Turki ingin pemberian nama dilakukan secara resiprokal (saling berbalas).
Menurutnya hal itu adalah hal yang lumrah sebagai salah satu cara berdiplomasi.
“Pihak Turki meminta resiprositas dan itu dipenuhi oleh Pemda DKI atas permintaan KBRI juga. Ini lumrah saja,” ujarnya.
KBRI Ankara mengajukan pemberian nama tokoh besar Turki sebagai nama jalan di Ibu Kota DKI Jakarta.
Nama pendiri bangsa Turki adalah Mustafa Kemal Attaturk. ‘Attaturk’ sendiri artinya adalah Bapak Bangsa Turki.
Namun KBRI dan Pemprov DKI masih menunggu usulan nama lengkap dari pemerintah Turki sendiri.
Peresmian jalan bernama tokoh besar Turki, ada kemungkinan akan dilakukan ketika Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bertandang ke Indonesia di tahun 2022, yang juga masih dalam pembahasan kedua negara.
Terkait lokasi jalan tersebut, Dubes RI meminta untuk melakukan konfirmasi langsung dengan Pemprov DKI.
(Tribunnews.com/Chrysnha/Shella Latifa/Vincentius Jyestha/Rizki Sandi Saputra/Danang Triatmojo)