TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk dapat segera menerapkan rencana pemberian tuntutan hukuman mati kepada para koruptor di Indonesia.
Kata Boyamin, rencana yang sedang dikaji tersebut jangan hanya menjadi kata-kata belaka dari seorang Jaksa Agung.
"Saya minta juga ini bukan hanya lip service atau hanya di kata-kata dan segera diterapkan dalam proses-proses tuntutan berikutnya," kata dia dalam video singkat yang diterima Tribunnews.com, Jumat (29/10/2021).
Terlebih saat ini kata dia, ada perkara korupsi yang proses peradilannya sedang berjalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yakni kasus Asabri (Persero) yang merugikan negara hingga puluhan Triliun rupiah.
"Ini sudah ada yang di depan mata yaitu proses persidangan Asabri korupsi kasus korupsi Asabri yang saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat," katanya.
Baca juga: Jaksa Agung Mengkaji Opsi Hukuman Mati untuk Koruptor di Indonesia
Atas hal itu dia mendesak Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk dapat mengimplementasikan rencananya tersebut untuk menjatuhkan tuntutan hukuman mati kepada para koruptor yang terlibat di kasus tersebut.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menanggapi rencana Jaksa Agung ST Burhanuddin yang bakal menjatuhkan tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa kasus korupsi.
Boyamin mengatakan, pihaknya mendukung rencana yang sedang dikaji oleh Jaksa Agung tersebut.
"Saya mendukung rencana Jaksa Agung yang akan menerapkan tuntutan hukuman mati terhadap pelaku korupsi," kata Boyamin melalui video singkat yang diterima Tribunnews.com, Jumat (29/10/2021).
Lebih lanjut kata Boyamin, terlebih penerapan tuntutan itu sangat mungkin bisa diterapkan kepada para terdakwa di kasus korupsi yang menjadi sorotan publik yakni kasus di di PT Jiwasraya (Persero) dan Asabri (Persero).
Untuk perkara di Asabri sendiri, saat ini proses persidangannya sedang berjalan.
Kata dia, ada dua terdakwa dalam perkara ini yang memenuhi syarat untuk dijatuhi tuntutan hukuman mati sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.
"Setidaknya 2 orang yang memenuhi syarat untuk dituntut hukuman mati karena ada pemberatan sebagaimana pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi yaitu adanya pengulangan," kata Boyamin.
"Karena apa, sebelumnya sudah melakukan korupsi di Jiwasraya dan ternyata kemudian sekarang juga terlibat korupsi di Asabri. Jadi hukuman mati itu selain dalam keadaan bencana juga karena pengulangan," sambungnya.
Atas hal itu, dia meminta kepada Jaksa Agung dapat mewujudkan kehendaknya tersebut.
Sebab kata Boyamin, semangat dan keberanian untuk menjatuhkan tuntutan hukuman mati terhadap para koruptor itu perlu ditegakkan.
"Soal nanti hakim akan mengabulkan atau tidak, setidaknya kehendak dan semangat untuk menuntut hukuman berat kepada koruptor itu telah dilakukan," tukasnya.
Tuntutan Hukuman Mati untuk Koruptor
Jaksa Agung RI ST Burhanuddin mengkaji untuk memberikan hukuman mati terhadap koruptor.
Penerapan hukuman mati ini dinilainya tepat untuk memberikan rasa keadilan di masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan Burhanuddin saat melakukan briefing bersama Kajati, Wakajati, Kajari dan Kacabjari dalam rangka kunjungan kerja di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah pada Kamis (28/10/2021).
Baca juga: Kerugian Negara Capai Rp 22 Triliun, Kasus Dugaan Korupsi Asabri Harus Diusut Tuntas
"Bapak Jaksa Agung sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara dimaksud, tentunya penerapannya harus tetap memperhatikan Hukum Positif yang berlaku serta nilai-nilai Hak Asasi Manusia," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer dalam keterangannya, Kamis (28/10/2021).
Jaksa Agung, kata Leo, memiliki pertimbangan hukuman mati ini setelah melihat penanganan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung RI. Dua yang menjadi sorotan adalah kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri.
"Jiwasraya dan Asabri sangat memprihatinkan kita bersama dimana tidak hanya menimbulkan kerugian negara kasus Jiwasraya Rp16,8 Triliun dan Asabri 22,78 Triliun. Namun sangat berdampak luas baik kepada masyarakat maupun para prajurit," ujarnya.
Leo menuturkan Jiwasraya dan Asabri menyangkut hak banyak pegawai maupun prajurit yang menggantungkan jaminan hidup hari tuanya. Namun, dana itu justru di korupsi oleh oknum orang tertentu.
"Perkara Jiwasraya menyangkut hak-hak orang banyak dan hak-hak pegawai dalam jaminan sosial, demikian pula perkara korupsi di ASABRI terkait dengan hak-hak seluruh prajurit dimana ada harapan besar untuk masa pensiun dan untuk masa depan keluarga mereka di hari tua," jelasnya.
Selain itu, kata Leo, Jaksa Agung juga membuka kemungkinan memberikan hukuman lain selain hukuman mati kepada koruptor.
"Bapak Jaksa Agung juga menyampaikan kemungkinan konstruksi lain yang akan dilakukan, yaitu bagaimana mengupayakan agar hasil rampasan juga dapat bermanfaat langsung dan adanya kepastian baik terhadap kepentingan pemerintah maupun masyarakat yang terdampak korban dari kejahatan korupsi," tukasnya.