TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Pertanian (Kementan) telah menyiapkan skenario untuk mengantisipasi badai La Nina untuk sektor pertanian sebagaimana diprediksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menegaskan, dalam situasi dan kondisi apapun, sektor pertanian harus terus berjalan. Pertanian tak boleh terganggu dengan apapun. "Pertanian ini tak boleh terganggu oleh apapun, sebab pertanian merupakan sektor yang berkaitan dengan pemenuhan hajat hidup seluruh rakyat Indonesia. Jadi, apapun situasinya, pertanian harus tetap berjalan," kata Mentan SYL.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Ali Jamil menjabarkan, untuk aspek mitigasi ada dua skenario yang telah disiapkannya. Pertama adalah aspek forecasting, yaitu secara teoritis masalah banjir dapat diminimalkan risikonya apabila kemampuan prakiraan musim dapat dilakukan lebih awal dan akurat.
"Kedua adalah aspek deliniasi wilayah rawan banjir perlu dilakukan untuk menyusun strategi antisipasi dan memfokuskan penanganan masalah banjir secara spasial dan temporal (antarwaktu)," ujar Ali.
Aspek deliniasi juga mengilustrasikan pergeseran dan atau peningkatan wilayah rawan banjir dan kekeringan. Sementara untuk adaptasi, Ali menyebut ada empat langkah yang telah disiapkan. Pertama ketersediaan informasi dan teknologi tentang banjir dan kekeringan. Kedua, kebijakan dan perencanaan pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim, termasuk terhadap iklim ekstrem yakni banjir dan kekeringan.
"Berikutnya adalah sistem pendukung kelembagaaan pertanian yang responsif terhadap banjir dan kekeringan," katanya. Terakhir yakni membangun kepedulian masyarakat, mengilustrasikan pergeseran dan atau peningkatan wilayah rawan banjir dan kekeringan.
"Kami juga membangun sinkronisasi dan sinergitas dengan kementerian/lembaga terkait secara partisipatif dan berkelanjutan," ujar dia. Kementan, Ali melanjutkan, juga telah menetapkan tujuh langkah untuk mengantisipasi musim hujan yang mulai intens mengguyur wilayah Indonesia.
Pertama, sosialisasi dan koordinasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang rawan banjir. "Kedua, secara intensif menginformasikan data iklim dari BMKG. Ketiga, percepatan tanam untuk daerah yang puncak genangan di bulan Desember 2021 dan Januari 2022," paparnya.
Keempat, pada daerah rawan banjir, pompa-pompa air harus disiapkan. Begitu juga dengan normalisasi saluran, pengaturan air melalui embung, DAM parit, long storage dan lainnya.
Kelima, dalam melakukan percepatan tanam, brigade tanam segera dikerahkan. Begitu juga dengan prasarana pendukung seperti traktor, pupuk, benih dan lainnya.
"Berikutnya adalah menggunakan varietas tahan genangan. Terakhir adalah memanfaatkan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP)," katanya.(*)