Akan tetapi, semua ini mempersiapkan Bung Tomo untuk menjalankan peranannya yang sangat penting.
Pada 19 September 1945 sebuah insiden terjadi di Hotel Yamato, Surabaya.
Sekelompok orang Belanda memasang bendera mereka.
Hal tersebut, membuat rakyat marah.
Seorang Belanda tewas dan bendera merah-putih-biru itu diturunkan.
Bagian biru dirobek, tinggal merah-putih, yang langsung dikibarkan.
Di Jakarta, pasukan Sekutu datang pada 30 September 1945.
Para serdadu Belanda ikut rombongan.
Bendera Belanda berkibar di mana-mana.
Saat itu, Bung Tomo masih berstatus wartawan kantor berita ANTARA.
Selain itu, Bung Tomo juga kepala bagian penerangan Pemuda Republik Indonesia (PRI), organisasi terpenting dan terbesar di Surabaya pada saat itu.
Di Jakarta, Bung Karno meminta para pemuda untuk menahan diri, tak memulai konfrontasi bersenjata.
Bung Tomo kembali ke Surabaya. "Kita (di Surabaya) telah memperoleh kemerdekaan, sementara di ibukota rakyat Indonesia terpaksa harus hidup dalam ketakutan," katanya seperti dicatat sejarawan William H. Frederick dari Universitas Ohio, AS.
Pada Oktober dan November 1945, Bung Tomo menjadi salah satu Pemimpin yang sangat penting.