Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing menghadirkan Kasubdit III Resmob Polda Metro Jaya AKBP Handik Zusen, Selasa (9/11/2021).
Dalam persidangan tersebut, jaksa mencecar Handik dengan sejumlah pertanyaan.
Khususnya terkait penembakan yang dilakukan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella yang menewaskan enam anggota eks Laskar FPI dalam peristiwa KM 50 Cikampek.
Dalam persidangan, jaksa menanyakan terkait boleh atau tidaknya anggota kepolisian melesatkan tembakan ke organ vital rivalnya meski dalam keadaan terpaksa atau darurat.
"Kalau itu (anggota eks Laskar FPI) menyerang, kemudian keadaan terpaksa, apakah tembakan yang dikeluarkan (anggota polisi) harus pada organ vital manusia?" tanya jaksa.
Mendengar pertanyaan tersebut, Majelis Hakim Arif Nuryanta menegur jaksa karena dinilai sebagai pertanyaan kesimpulan.
Baca juga: Kasubdit Resmob Sebut Anggota Laskar FPI Sempat Ambil Alih Senjata Api Milik Briptu Fikri
Hakim meminta jaksa untuk menanyakan konteks lain dengan tidak menyimpulkan pertanyaan.
"Pertanyaannya ini, jangan menyimpulkan, coba tanyakan hal lain," kata hakim Arif.
Atas hal itu, jaksa kembali menanyakan konteks lain kepada saksi Handik dengan menyinggung terkait standar operasional prosedur (SOP) kepolisian terkait penggunaan senjata api.
"Apakah penembakan yang dilakukan sesuai SOP sesuai perkap, itu seperti apa?" tanya JPU lagi.
"Untuk penembakan dalam keadaan terpaksa tergantung situasinya," jawab Handik.
Baca juga: Kombes Tubagus Sebut Penembakan Terhadap Laskar FPI di Mobil Terjadi dalam Keadaan Spontan
Pertanyaan serupa juga sempat ditanyakan jaksa kepada Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat, yang juga dihadirkan sebagai saksi dalam sidang ini.
Tubagus merupakan pimpinan yang mengarahkan anggotanya melakukan pembuntutan kepada anggota Laskar FPI sesuai dengan surat perintah penyelidikan.
Mulanya, jaksa menanyakan soal laporan yang diterima Tubagus sebagai pimpinan, kala kejadian penembakan yang terjadi di dalam mobil saat empat anggota laskar FPI hendak dibawa ke Polda Metro Jaya dari rest area KM 50 Cikampek.
"Mereka (anggota Polda Metro Jaya) melaporkan seperti apa, apa yang terjadi di dalam mobil?" tanya jaksa dalam persidangan.
"Hasil laporan daripada anggota, pada saat di dalam mobil itu dipertanyakan kepada mereka. Saat mobil berjalan tidak terlalu lama dari lokasi rest area KM 50 mereka diserang oleh keempat anggota laskar tersebut dan juga untuk merebut senjata, ini hasil laporan," jawab Tubagus.
Baca juga: Sidang Unlawful Killing yang Menewaskan 6 Anggota Laskar FPI Kembali Digelar Selasa Pekan Depan
Atas penyerangan yang dilakukan anggota laskar FPI itu, Tubagus menyebut anggotanya melakukan perlawanan sehingga melesatkan tembakan ke arah anggota Laskar FPI.
Adapun penyerangan dari anggota Laskar FPI yang dimaksud Tubagus yakni mencekik leher dan berupaya merebut senjata api milik terdakwa Fikri.
"Kemudian secara spontan, mereka (anggota polisi) mengambil langkah untuk mengamankan daripada senjata tersebut, kemudian mereka melakukan tembakan ke arah anggota laskar dan akibatnya meninggal dunia, itu yang dilaporkan anggota," kata Tubagus.
Mendengar pernyataan Tubagus, jaksa lantas menanyakan terkait ada atau tidaknya SOP dari kepolisian soal penggunaan senjata api.
Tubagus mengatakan, SOP itu ada dan hingga kini masih berlaku di mana salah satu indikatornya yakni, senjata api bisa digunakan anggota kepolisian jika berada dalam kondisi tertekan dan membahayakan.
"Penggunaan senjata api itu ada SOP-nya, salah satu indikator penggunaan senjata api itu adalah digunakan ketika sudah membayakan diri dan masyarakat, maka senjata wajar dan patut digunakan ketika serangan yang dilakukan itu membahayakan jiwa baik terhadap dirinya maupun orang lain," kata Tubagus.
Baca juga: Besok, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Gelar Sidang Lanjutan Dugaan Unlawful Killing 6 Laskar FPI
Jaksa kemudian kembali mencecar Tubagus dengan menanyakan teknis penembakan yang seharusnya dilakukan pihak kepolisian jika sudah menghadapi kondisi seperti itu.
Dalam hal ini, jaksa bertanya soal bagian tubuh mana yang sewajarnya dijadikan sasaran oleh pihak kepolisian.
"Digunakan senjata api jika sesuai SOP itu menyasar bagian tubuh seperti apa?" tanya jaksa.
Menjawab pertanyaan itu, Kombes Tubagus mengatakan, pelesatan tembakan itu hanya dikhususkan untuk melumpuhkan target.
Namun, kondisi yang terjadi pada insiden itu, menurutnya dalam posisi tidak normal, sebab berada di dalam mobil dengan ruang yang sempit.
Alhasil, penembakan itu dilakukan dalam keadaan spontan.
Sebab berdasarkan laporan yang diterima Tubagus, bagian tubuh yang terlihat hanya posisi badan ke atas.
"Kalau dalam kondisi normal itu ditujukan untuk melumpuhkan, tetapi dalam kondisi yang dilaporkan oleh anggota itu kondisinya spontan, kejadian itu secara spontan dalam ruangan yang sempit dalam mobil posisi yang terlihat adalah bagian (tubuh) atas karena di dalam mobil," kata Tubagus.
"Kalau menanyakan kondisi sesuai SOP saya menjawabnya kondisi normal, tetapi ini berada dalam kondisi lingkungan yang terbatas (di dalam mobil) situasi cukup mencekam dan kemudian dilakukan tembakan oleh anggota polisi terhadap bagian (tubuh) yang terlihat. Itu fakta di lapangan, dalam kejadian ini berada dalam mobil di mana anggota badan yang untuk melumpuhkan itu tidak terlihat," sambungnya.
"Kalau kondisi tidak normal itu ditembakkan kemana?" tanya lagi jaksa.
"Anggota badan yang terlihat," jawab Tubagus.
"Bisa dijelaskan?" cecar Jaksa.
"Yang terlihat kalau di dalam mobil gambaran dalam diri saya ibu, gambaran pribadi saya, otomatis bagian kaki kebawa tertutup, tentu yang terlihat adalah bagian atas, dan mohon jangan dibayangkan dalam posisi (di mobil) yang ideal, tolong dibedakan posisi yang ideal dengan posisi spontan. SOP itu mengatur hanya dalam kondisi yang normal posisi," jawab Tubagus.
Dakwaan Jaksa
Pada perkara ini, terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella didakwa telah melakukan penganiayaan yang membuat kematian secara sendiri atau bersama-sama terhadap 6 orang anggota eks Laskar FPI.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, dengan sengaja merampas nyawa orang lain," kata jaksa dalam persidangan Senin (18/10/2021).
Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.