News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gejolak di Partai Demokrat

Jubir Demokrat Deli Serdang Minta AHY Jangan Merusak Citra & Mendiskreditkan Pemerintahan Jokowi

Penulis: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muhammad Rahmad, Juru Bicara Partai Demokrat KLB Deli Serdang.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat KLB Deli Serdang menyampaikan sikap resmi terkait pernyataan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menyebut nama Kepala Staf Presiden atau KSP di dalam konflik internal Partai Demokrat.

Juru Bicara Partai Demokrat KLB Deli Serdang, Muhammad Rahmad mengatakan, pernyataan AHY tersebut adalah keliru dan tidak dapat dibenarkan.

Rahmad mengatakan Kepala Staf Presiden atau KSP adalah nama jabatan dalam lembaga kepresidenan di bawah kendali Presiden, dan Kepala Staf Presiden itu diangkat oleh Presiden.

"Dengan menyebut nama jabatan Kepala Staf Presiden, maka AHY telah menyeret lembaga kepresidenan dalam konflik Partai Demokrat yang di dalam berbagai kesempatan disebut pihak AHY sebagai pelaku kudeta dan pembegal Partai Demokrat," kata Muhammad Rahmad dalam pernyataan resminya, Jumat (12/11/2021).

Rahmad menjelaskan, Presiden Jokowi menugaskan Moeldoko dalam jabatan sebagai Kepala Staf Presiden, adalah karena kompetensi dan prestasi cemerlang Moeldoko secara pribadi.

"Dan itu tidak ada kaitannya dengan posisi Pak Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB Deli Serdang," tegasnya.

Moeldoko menurut Rahmad, menerima jabatan Ketua Umum bukan atas kemauan sendiri, dan bukan pula atas perintah Presiden sebagai atasan.

"Tapi itu adalah atas permintaan kader-kader Partai Demokrat di Kongres Luar Biasa, di Deli Serdang," ujarnya.

Baca juga: Kuasa Hukum Demokrat Soal Gugatan Moeldoko Cs ke PTUN : Langkah Itu Tidak Tepat

Moeldoko kata Rahmad, menerima amanah sebagai Ketua Umum adalah atas nama pribadi, dan tidak ada kaitannya dengan jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden.

Hal itu sama halnya ketika SBY sebagai presiden dua periode dari tahun 2004 sampai 2014, dan pada saat yang bersamaan, SBY juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

"Secara tegas disampaikan SBY waktu itu bahwa SBY sebagai Presiden tidak ada kaitannya dengan tugas SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Dan hal itu sudah menjadi sebuah keyakinan mendasar bagi Partai Demokrat," ujarnya.

Disamping itu, kata Rahmad, Menko Polhukam Mahfud MD dan Menkumham Yasonna Laoly juga telah menyampaikan berkali-kali secara terbuka, bahwa Pemerintahan Presiden Jokowi tidak pernah terlibat dan tidak ada urusan dengan konflik internal Partai Demokrat.

"Hal itu tentu pula termasuk Lembaga kepresidenan, karena Lembaga kepresidenan adalah di bawah kendali Presiden dan bagian dari Pemerintah," kata dia.

Rahmad mengatakan, penegasan Pemerintah itu diabaikan oleh AHY.

AHY dan kubunya terus menyeret lembaga kepresidenan di bawah kendali Presiden Jokowi, kedalam konflik internal Partai Demokrat.

"Dan kali ini, AHY menyuarakannya dari Amerika Serikat. Kita tahu bahwa AHY menemani SBY ke Amerika Serikat untuk berobat yang dibiayai oleh negara di bawah kendali Presiden Jokowi," ujarnya.

Rahmad menilai AHY ingin merusak citra dan mendiskreditkan Pemerintahan Presiden Jokowi.

"AHY sepertinya memiliki target untuk merusak nama baik lembaga kepresidenan dengan menyeret nama Kepala Staf Presiden ke dalam konflik internal Partai Demokrat."

"AHY sepertinya ingin menyeret Lembaga kepresidenan dibawah kendali Bapak Presiden Jokowi, seolah-olah terlibat dalam soal kudeta dan begal politik ditubuh Partai Demokrat," sambungnya.

Rahmad mengarakan, AHY dan pengikutnya, sudah seharusnya menjaga nama baik lembaga kepresidenan yang pernah membesarkan nama SBY, sudah seharusnya menjaga nama baik Presiden Jokowi dan menjaga nama baik negara, apalagi pernyataan itu disampaikan AHY dari Amerika Serikat.

"Jika KLB itu disebut AHY sebagai Kudeta dan Pembegal Politik, maka tentu pelaku kudeta dan pembegal politik itu adalah SBY sendiri. Seperti diketahui, SBY mengambil alih dan menduduki kursi Ketua Umum Partai Demokrat adalah dari hasil KLB di Bali tahun 2013," kata Rahmad

Pembegalan itu kata Rahmad, berlanjut dengan memanipulasi AD ART Partai Demokrat Tahun 2020 yang memasukkan nama SBY menjadi pendiri Partai Demokrat, berdua dengan almarhum Ventje Rumangkang.

"Padahal, pendiri Partai Demokrat adalah 99 orang, dan didalam akte pendirian Partai Demokrat, SBY tidak termasuk sebagai pendiri," ujarnya.

"Setelah Pak Ventje Rumangkang meninggal dunia, seolah-olah, pewaris utama Partai Demokrat tinggal satu orang, yaitu SBY."

Rahmad menambahkan, ketika maju menjadi calon Gubernur DKI, AHY yang berpangkat Mayor, diminta SBY untuk keluar dan berhenti sebagai Prajurit TNI. Saat itu, AHY bukanlah kader Partai Demokrat.

Baca juga: Demokrat Berharap Vonis MA soal JR jadi Rujukan Hakim PTUN Putuskan Gugatan kubu KLB Deli Serdang

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini