Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan pemerintah sama sekali tidak anti kritik.
Ia mengatakan di negara demokrasi, menjawab kritik dan mengadu logika adalah bagian dari mujadalah atau mencari kebenaran.
Hal itu disampaikannya saat menjadi keynote speaker pada Webinar bertajuk ‘Menguji Konsistensi Kebijakan Penanganan Pandemi Covid-19 Terhadap UUD 1945,’ yang digelar Masjid Kampus UGM pada Sabtu malam (13/11/2021).
"Silahkan kritik, dan izinkan yang dikritik menjawab dan mengkritik balik," lanjut Mahfud dalam keterangan resmi Tim Humas Kemenko Polhukam RI pada Minggu (14/11/2021).
Sebelumnya Mahfud menjelaskan bahwa kontroversi penanganan Covid-19 di Indonesia sudah muncul sejak awal terutama ketika Pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020.
Pada waktu itu, kata dia, ada tudingan bahwa Perppu tersebut dibuat untuk mengkorupsi dan menggarong keuangan negara dengan menggunakan hukum.
Baca juga: Kata Mahfud MD soal Dugaan Luhut dan Erick Main Bisnis Tes PCR: Silahkan Diteliti, Diaudit
Padahal, kata dia, alasan pemerintah waktu itu jelas untuk menangani pandemi Covid-19 secara konsisten terhadap UUD 1945.
Menurut hukum keuangan, kata dia, Pemerintah bisa dianggap melanggar UU jika belanja APBN mengalami defisit anggaran lebih dari tiga persen dari PDB.
Waktu itu untuk menanggulangi Covid-19, kata dia, diperkirakan akan terjadi defisit lebih dari tiga persen.
Dengan demikian untuk melakukan tindakan cepat, maka Pemerintah membuat Perppu.
Ternyata, kata dia, DPR menyetujui Perppu tersebut menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 dan setelah diuji UU tersebut dibenarkan oleh MK.
Baca juga: Soal Dugaan Bisnis PCR LBP dan Erick Thohir, Mahfud MD: Silakan Diteliti, Dihitung, dan Diaudit
Lebih jauh, kata dia, MK memperkuat frasa yang ada di Pasal 27 ayat (2) bahwa pejabat dianggap tidak melanggar hukum jika menggunakan anggaran dengan besaran apa pun ‘selama dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.’
"Oleh MK, frasa tersebut dikuatkan ke Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) sebagai ‘conditionally constitutional'," kata Mahfud.