TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jangan fobia terhadap GBHN (Garis-Garis Besar Halauan Negara). GBHN bukan buatan pemerintahan Orde Baru, melainkan sudah dirumuskan BP KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) tahun 1945. Zaman Soekarno bernama Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB).
PPHN perlu ditetapkan MPR, bukan berarti menggerus keberadaan presiden, dan bukan berarti pula, MPR kembali seperti dahulu, menjadi lembaga tertinggi negara yang dapat memilih, dan menjatuhkan presiden.
Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), sebagai pengganti GBHN, akan menjadi panduan dalam bersinergi, sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan pembangunan dari pemerintah pusat hingga daerah.
Demikian dirangkum hasil pembicaraan para narasumber webinar Tribun Series bertema “PPHN Memperkuat Konsensus Sistem Presidensil” yang diselenggarakan secara daring atas kerja sama MPR RI bersama Tribun Network Kompas Gramedia, Selasa (16/11/2021).
Guru Besar Hukum Tata Negara yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) 2003-2008 Jimly Asshidqqie satu pemikiran dengan Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, PPHN merupakan suatu keniscayaan. PPHN dapat ditetapkan bila anggota MPR RI, yang terdiri atas DPR RI dan DPD RI, bersepakat mengamandemen UUD 1945.
Titik kritisnya, menurut pengamat parlemen Sebastian Salang, perlu koridor yang jelas untuk amandemen UUD, agar tidak ada penumpang gelap yang membawa agenda tersembunyi.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo pun mendorong adanya PPHN. Ia optimistis wacana amandemen terbatas UUD 1945 akan terwujud. Agenda utamanya agar negera memiliki Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), sebagaimana di masa lalu GBHN.
"Saya meyakini (akan segera terealisasi), walaupun saat ini masih ada perbedaan pandangan karena banyak pihak menggoreng rencana PPHN ini menjadi isu tiga periode, perpanjangan dan seterusnya," ujar Bamsoet, nama panggilan Bambang Soesatyo.
Baca juga: Webinar Series MPR RI, Bamsoet Sebut Kehadiran PPHN Perkuat Sistem Presidensial
Baca juga: Soal PPHN, Jimly Asshiddiqie: Penyusunan Naskah Sudah Harus Jadi Dalam Waktu Dekat
SIMAK VIDEO WEBINAR
Bamsoet menyebut negara membutuhkan PPHN dalam bentuk hukum ideal, yang menurut kajian dari Badan Pengkajian MPR RI asalkan melalui ketetapan MPR (TAP MPR). Dikhawatirkan apabila bentuk hukum PPHN hanya setara dengan Undang-Undang (UU), maka akan dengan mudah diubah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) atau digugat yudicial reviews ke Mahkamah Konstitusi.
Politikus Golkar itu menegaskan amandemen terbatas yang diperjuangkannya bukanlah demi mengakomodir kepentingan pihak-pihak tertentu seperti yang beredar di masyarakat. Sehingga MPR hanya berusaha menetapkan PPHN tanpa embel-embel apa pun.
Menurutnya, kewenangan MPR tak akan berubah dan kembali seperti Orde Baru, sebagai lembaga tertiggi negara yang memilih dan menetapkan, bahkan dapat menjatuhkan presiden. PPHN untuk memperkuat sistem presidensiil, bukan memperlemah.
"PPHN tidak dimaksudkan untuk memperlemah, melainkan konsensus dalam penguatan sistem presidensil. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, sebagaimana diatur Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 4 Ayat (1), tidak akan tergerus sedikit pun peran dan otoritasnya dengan hadirnya PPHN," ujar Bamsoet.
Baca juga: Bamsoet Sampaikan Urgensi PPHN versus Hoax Amandemen
Baca juga: Bamsoet: PPHN Wujudkan NKRI yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur
Kehadiran PPHN akan tetap disesuaikan dengan ciri khas sistem presidensil pada umumnya.