Padahal, menurut Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, hasil investigasi Lurah Cakung Barat tidak mempunyai Peta Rincian.
Keterangan tersebut menyebabkan kerugian bagi pihak PT Salve Veritate yang telah mempunyai Sertifikat Hak Milik (SHM) selama 45 tahun.
Karena tindakan tesebut, Ridwan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan SP2HP No. B/492/V/2021/Dittipidu tanggal 4 Mei 2021.
Ridwan menyusul Jaya yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka pada 5 Januari 2021 lantaran diduga melakukan korupsi dalam kasus pembatalan 38 HGB PT Salve Veritate itu.
Setelah pembatalan itu, Jaya menerbitkan SHM No. 4931 tanggal 20 Desember 2019 atas nama Abdul Halim dengan luas 77.852 meter persegi.
Abdul Halim sendiri, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Perbuatan ketiganya diduga mengakibatkan kerugian mencapai Rp1,4 triliun.
Jumlah itu dihitung berdasarkan luas objek tanah 77.852 meter persegi dengan nilai transaksi Rp220 miliar, serta Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Rp700 miliar.
Belakangan, Jaya melayangkan gugatan praperadilan atas status tersangkanya.
Hakim Praperadilan PN Jaktim mengabulkan gugatannya. Status tersangkanya, dibatalkan.
Meski begitu, juru bicara Kementerian ATR/BPN, Teuku Taufiqulhadi, menyatakan PN Jaktim memutuskan bahwa termohon (Jaya) tidak bersalah jika menggunakan pasal 9 UU Tipikor.
Artinya termohon sebagai pejabat tidak bersekongkol memalsukan data-data administratif untuk merugikan pihak lain.
"Tapi sejauh ini juga yang saya ketahui, pihak penyidik tidak menggunakan pasal 9 tersebut. Penyidik justru menggunakan pasal 263 jo pasal 264 KUHP. Jadi saya yakin penyidikan kasus ini masih tetap berlanjut. Karena yang tidak dilanjutkan adalah pembuktian dengan menggunakan pasal 9 UU Tipikor," ujar Taufiq.