Sekitar awal 2021, Maliki melaporkan plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021 kepada Abdul Wahid di rumah dinas bupati.
"Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, MK telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek dimaksud," ucap Firli.
KPK menduga Abdul Wahid menerima uang senilai Rp 500 juta dari Marhaini dan Fachriadi melalui perantara Maliki.
Pemberian uang itu diduga merupakan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek yang menjadi syarat pemenangan perusahaan Marhaini dan Fachriadi pada paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021.
Maliki diduga turut menerima fee sebesar 5 persen dari nilai proyek.
Baca juga: OTT di Kalsel, KPK Jerat Plt Kepala Dinas PU HSU dan 2 Direktur Perusahaan Sebagai Tersangka
Selain itu, KPK juga menduga Abdul Wahid menerima uang senilai total Rp18,4 miliar selama kurun 2018-2019 dari sejumlah proyek lain di Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara melalui perantara pihak-pihak tertentu.
"Selama proses penyidikan berlangsung, Tim Penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya," kata Firli.
Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 KUHP Jo. Pasal 65 KUHP.