TRIBUNNEWS.COM - Pengakuan seorang istri di Karawang, Jawa Barat yang dituntut satu tahun penjara lantaran memarahi suaminya pulang dalam keadaan mabuk, viral di media sosial.
Diketahui, sang istri dituntut satu tahun penjara karena terbukti melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) secara psikis.
Kasus ini menyita perhatian publik dan menimbulkan pertanyaan bagaimana bisa hanya memarahi pasangan bisa berujung pidana.
Terkait hal itu, advokat sekaligus Ketua Young Lawyers DPC Peradi Surakarta, T Priyanggo Tri Saputro mengatakan setiap jenis KDRT termasuk kekerasan verbal bisa saja dilaporkan.
Baca juga: Valencya yang Dituntut 1 Tahun Bui karena Marahi Suami Dapat Ancaman: Biar Saja, Saya Pasrah
Namun, menurut dia, perkara KDRT perlu dilakukan analisis penegak hukum mendalam apakah kasus bisa diselesaikan tanpa jalur meja hijau.
"Apakah kondisi seperti itu dijadikan suatu permasalahan hukum atau perkara pidana? Tentu dari sudut pandang mana dulu kita bisa melihat."
"Berbicara terkait materi tentu bisa dilaporkan, namun apakah itu nanti layak disidangkan atau tidak. Ini yang akan menjadi analisa berikutnya," kata Angga dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (22/11/2021).
Angga menjelaskan KDRT termasuk dalam delik pidana aduan, yang artinya hanya korban saja yang berhak melaporkannya ke kepolisian.
Sifat delik ini membuat terkadang kasus KDRT tidak menjadi konsumsi publik.
Baca juga: Soal Kasus Istri Dituntut Penjara karena Marahi Suami, Komnas Perempuan Singgung Restorative Justice
Dari kasus istri dituntutn penjara karena memarahi suami, Angga menilai semestinya ada solusi lain yang dilakukan penegak hukum selain jalur pengadilan.
Ia menekankan pentingnya restorative justice yang bisa dilakukan para penegak hukum.
Baik itu, dari advokat yang mendamping pelapor maupun terlapor hingga majelis hakim.
"Catur wangsa meliputi advokat, penyidik atau dari kepolisian, jaksa penuntut umum,kemudian hakim. Inilah 4 pilar bisa mencoba memberi solusi baik itu kepada terlapor maupun pelapor, seberapa berat efek dari KDRT."
"Ketika efek KDRT cenderung kepada efek yang ringan, kenapa tidak lebih menggunakan restorative justice."