Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Baleg dan Panja RUU Cipta Kerja FPKS DPR RI Mulyanto menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Mulyanto menyebut putusan MK atas gugatan uji materi (judicial review) UU Cipta Kerja itu sudah cukup tepat.
Dia menilai pertimbangan majelis hakim MK sangat logis dan sesuai dengan fakta di lapangan.
"PKS mendukung dan mendorong Pemerintah dan DPR RI untuk menghormati dan segera menindaklanjuti putusan tersebut," kata Mulyanto kepada wartawan, Jumat (26/11/2021).
Baca juga: MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional, Pemerintah Diminta Segera Lakukan Perbaikan
Mulyanto mengaku sejak awal Fraksi PKS yakin UU yang biasa disebut UU Omnibus Law itu bermasalah.
Secara materiil, dikatakan Mulyanto, UU itu membuka pintu liberalisasi sektor pertanian, kehutanan, perdagangan dan industri pertahanan nasional.
"Pada saat yang sama, UU sapu jagat itu malah terkesan mencekik nasib buruh," katanya
Sedangkan secara formil, Mulyanto mengatakan UU itu dibuat dengan cara dipaksakan dan kejar tayang di awal-awal pandemi Covid-19.
"Mulai dari pembahasan hingga pengesahan, hanya perlu waktu enam bulan. Itu pun diputuskan dalam rapat kerja menjelang tengah malam," katanya.
"Putusan MK ini sesuai dengan argumentasi yang disampaikan FPKS dalam sidang pengambilan keputusan UU Cipta Kerja setahun lalu. Artinya apa yang disuarakan FPKS memang sesuai dengan kepentingan dan aspirasi masyarakat," tegas Mulyanto.
Mulyanto menambahkan PKS menganggap secara umum UU ini bertentangan dengan jiwa konstitusi dan lebih memihak para pemodal/investor dan pengusaha, termasuk tekanan internasional.
"Metode omnibus law sendiri tidak memiliki dasar hukum. UU No. 15/2019 yang mengubah UU No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tidak mengatur metode omnibus law tersebut," kata Mulyanto.
Karenanya, pasca putusan MK ini, dja meminta oemerintah harus menghentikan pelaksanaan UU Cipta Kerja, sampai dilakukan revisi oleh lembaga Pembentuk undang-undang.