Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pusat Bantuan Hukum Peradi Jakarta Selatan Rika Irianti menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja menimbulkan ketidakpastian hukum.
Putusan MK menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja inskonstitusional.
"Telah menyatakan inkonsitusional namun masih diberi ruang untuk diperbaiki selama 2 tahun, sehingga jika kita mencermati, maka putusan tersebut tidak menghasilkan sebuah kepastian hukum," kata Rika saat dikonfirmasi, Jumat (26/11/2021).
Sebagaimana putusan MK yang dijatuhkan, telah memunculkan fakta jika proses pembentukan UU Cipta Kerja telah melanggar syarat-syarat formil dalam hal pembentukan suatu undang-undang itu sendiri.
Dampaknya yang paling besar, kata Rika, adalah keresahan masyarakat dalam menyikapi putusan tersebut.
Sehingga, sungguh sangat disayangkan jika yang seharusnya undang-undang ini telah digodok dengan memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup besar, pada akhirnya dinyatakan inskontitusional oleh MK.
Baca juga: MK Tolak Omnibus Law, Demokrat: Ini Tamparan Keras Kepada Pemerintah
"Penegasan kalimat inkonsitusional untuk sebuah produk hukum sama dengan menyatakan produk hukum tersebut bukan produk hukum yang tegas dan jelas," jelas Rika.
Menjadi pelajaran penting bagi pembuat undang-undang untuk dapat lebih mengedepankan taat asas dalam pembentukan undang-undang, khususnya dalam rangka perbaikan UU Cipta Kerja selama 2 tahun ke depan.
Larang Pemerintah Keluarkan Kebijakan Strategis
Mahkamah Konstitusi (MK) melarang pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Larangan ini terkait putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat, dan harus dilakukan perbaikan dalam kurun waktu dua tahun sejak putusan diucapkan pada Kamis (25/11/2021)
"Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan demgan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring.
MK menilai dalam pertimbangannya metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.