Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani mendorong pemerintah memperkuat Bakamla sebagai coast guard untuk menjalankan tugas-tugas pengamanan terhadap kegiatan pengeboran lepas pantai di Landas Kontinen Indonesia yang berada di Natuna Utara.
Hal ini disampaikan politikus Golkar ini menyikapi protes China soal pengeboran minyak di Natuna.
"Kesempatan ini sekaligus saya gunakan untuk mendorong Pemerintah memperkuat Bakamla sebagai coast guard kita untuk menjalankan tugas-tugas pengamanan terhadap kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi di ZEE," ujar Christina Aryani kepada Tribunnews.com, Jumat (3/12/2021).
Kehadiran negara dalam berbagai bentuk di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia, harus diintensifkan sebagai penangkal klaim-klaim sepihak negara lain.
Apalagi dia tegaskan, sebagaimana diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (Unclos 1982) bahwa ujung selatan Laut Cina Selatan merupakan bagian ZEE Indonesia yang sejak tahun 2017 Indonesia namakan sebagai Laut Natuna Utara.
"Sesuai ketentuan Pasal 56 Unclos, Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk melakukan kegiatan ekplorasi, eksploitasi dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di wilayah tersebut," ujarnya.
Baca juga: Hikmahanto: Indonesia Tak Perlu Tanggapi Protes China Soal Pengeboran Minyak di Natuna Utara
Dia tegaskan pula, Indonesia tidak pernah mengakui klaim sepihak China atas nine dash line dan karenanya tidak perlu menanggapi protes-protes tanpa dasar hukum tersebut.
"Kami juga menyakini Kemenlu RI sudah dan akan terus melakukan langkah-langkah diplomatik terukur untuk menyikapi hal ini," ucapnya.
Begini Respon Kemlu RI
Sebelumnya beredar kabar China memprotes pengeboran minyak dan latihan Garuda Shield di Kawasan Laut Natuna.
Protes itu sendiri diketahui telah dilayangkan China melalui surat protes berdasarkan pemberitaan Reuters pada Rabu (1/12/2021) berjudul “Esklusif China memprotes pengeboran dan latihan militer Indonesia”.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah saat dikonfirmasi kebenaran protes tersebut mengatakan bahwa protes tertulis itu bersifat tertutup.
Sehingga ia tidak mengkonfirmasi lebih jauh soal protes tersebut.
“Saya tidak bisa mengkonfirmasi berita yang beredar tersebut. Komunikasi diplomatik, terlebih lagi yang tertulis bersifat tertutup dan sesuai ketentuan baru bisa dibuka ke publik setelah periode yang lama. Jadi saya tidak bisa konfirmasi berita tersebut dan juga yang menjadi rujukan komunikasi yang dimaksud,” ujarnya saat dihubungi hari Kamis (2/12/2021).
Sebelumnya, Reuters melaporkan bahwa China meminta Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di wilayah maritim yang dianggap kedua negara sebagai milik mereka sendiri.
Baca juga: China Protes Pengeboran dan Latihan Militer Indonesia di Laut Natuna Utara
Permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang sebelumnya belum pernah dilaporkan.
Muhammad Farhan, seorang anggota parlemen Indonesia di komite keamanan nasional parlemen, yang diberi pengarahan tentang surat itu mengatakan satu surat dari diplomat China kepada kementerian luar negeri Indonesia dengan jelas mengatakan kepada Indonesia untuk menghentikan pengeboran di rig lepas pantai sementara karena itu terjadi di wilayah China.
"Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami," kata Farhan kepada Reuters.
Reuters melaporkan bahwa Kedutaan China di ibu kota Indonesia Jakarta juga tidak menanggapi permintaan komentar.
Tiga orang lainnya, yang mengaku telah diberi pengarahan tentang masalah tersebut, membenarkan adanya surat tersebut.
Dua dari orang-orang itu mengatakan China berulang kali menuntut agar Indonesia menghentikan pengeboran.
Negara terbesar di Asia Tenggara itu mengatakan ujung selatan Laut Cina Selatan adalah zona ekonomi eksklusifnya di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan menamakan wilayah itu sebagai Laut Natuna Utara pada 2017.
China keberatan dengan perubahan nama tersebut dan bersikeras bahwa jalur air tersebut berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut China Selatan yang ditandai dengan "sembilan garis putus-putus" berbentuk U, sebuah batas yang ditemukan tidak memiliki dasar hukum oleh Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada tahun 2016.
"(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut," kata Farhan kepada Reuters.
China adalah mitra dagang terbesar Indonesia dan sumber investasi terbesar kedua, menjadikannya bagian penting dari ambisi Indonesia untuk menjadi ekonomi papan atas.
Para pemimpin Indonesia tetap diam tentang masalah ini untuk menghindari konflik atau pertengkaran diplomatik dengan China, kata Farhan dan dua orang lainnya yang berbicara kepada Reuters.
Farhan mengatakan bahwa China, dalam surat terpisah, juga memprotes latihan militer Perisai Garuda yang sebagian besar berbasis darat pada Agustus, yang berlangsung selama kebuntuan.
Latihan tersebut, yang melibatkan 4.500 tentara dari Amerika Serikat dan Indonesia, telah menjadi acara rutin sejak 2009. Ini adalah protes pertama China terhadap mereka, menurut Farhan.
"Dalam surat resmi mereka, pemerintah China mengungkapkan keprihatinan mereka tentang stabilitas keamanan di daerah itu," katanya.