TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) akan bergulir dalam waktu dekat. Beberapa nama disebut-sebut menjadi kandidat kuat untuk menduduki posisi Ketua Umum Pengurus Besar NU (PBNU). Salah satunya adalah Yahya Cholil Staquf.
Gus Yahya, begitu ia disapa, saat ini diketahui menjabat sebagai Katib Aam PBNU.
Kepada Tribunnetwork, Gus Yahya memang mengakui dirinya menawarkan agar dapat menjadi orang nomor satu di PBNU. Keinginannya itu tak lepas karena dia ingin merubah konstruksi organisasi NU agar menjadi organisasi yang lebih optimal.
"Saya memang menawarkan diri untuk dipilih sebagai Ketum dalam Muktamar nanti karena saya melihat ada sejumlah hal penting yang harus dilakukan NU segera yaitu yang tema besarnya adalah transformasi konstruksi organisasi NU supaya NU ini bisa lebih optimal di dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya," ujar Gus Yahya, ketika wawancara khusus dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribunnetwork Domu Ambarita, Sabtu (4/12/2021).
Baca juga: Yahya Cholil Staquf Benarkan Maju Sebagai Calon Ketua PBNU
Tak main-main, Gus Yahya bahkan sampai berkeliling pelosok Indonesia ke cabang-cabang NU di daerah. Dari sekitar 540-an cabang, dia telah mengunjungi 400-an cabang diantaranya sejak September lalu.
Kakak kandung dari Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas itu juga meyakini dirinya bakal terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. Namun andaikata tidak terpilih pun, Gus Yahya mengaku sudah memberikan sebuah prestasi dengan bertandang ke cabang-cabang pengurus NU di daerah.
"Yakin ya yakin, InsyaAllah. Tapi pertama ya soal begini ini kan kehendak Allah, itu yang pertama. Tapi lebih lebih dari semua itu buat saya ini terpilih atau tidak terpilih sudah ada prestasi," katanya.
"Karena saya sekarang, saya berani katakan saya berhasil mentransformasikan cara pandang cabang-cabang dan wilayah ini tentang jabatan ketum," imbuhnya.
NU akan menyelenggarakan Muktamar ke-34, sebagai salah satu petinggi NU bisa cerita dong apa sih Muktamar ini? Apa sih bedanya dengan kongres atau munas?
Soal bahasa saja, di muktamar itu ya memang seperti kongres dalam organisasi-organisasi lain, yaitu permusyawaratan tertinggi organisasi. Ya, diselenggarakan secara reguler untuk menetapkan haluan program, menetapkan kepemimpinan dan sebagainya, seperti sama yang seperti yang lain-lain, bahasa saja.
Baca juga: Sosok Yahya Cholil Staquf, Saudara Menteri Agama dan Calon Ketua Umum PBNU Pesaing Said Aqil
Diselenggarakan berapa kali setiap tahun?
Biasanya, normalnya itu lima tahun, tapi untuk periode yang terakhir ini, karena ada pandemi kemaren, kita terpaksa mundur, mundur setahun dari jadwal yang seharusnya 2020 karena periodisasi pengurusan di NU itu lima tahun sehingga di dalam muktamar tahun 2015 yang lalu sebetulnya telah ditetapkan bahwa harus ada muktamar lagi tahun 2020. Tetapi karena ada pandemi, kita mundur.
Nanti pesertanya dari mana saja dan berapa jumlahnya?
Peserta itu dari pengurus-pengurus wilayah. Jadi pengurus di tingkat provinsi, kemudian pengurus-pengurus di tingkat kabupaten kota. Nah dalam hal ini, di lingkungan NU itu ada kabupaten-kabupaten yang pengurusnya kita bagi. Jadi di satu kabupaten ada dua pengurus cabang.
Normalnya satu kabupaten itu satu pengurus cabang tapi di beberapa daerah ada dua pengurus cabang, seperti di Kabupaten Rembang ada dua pengurus cabang, di Kabupaten Lamongan, Kabupaten Jember dua.
Baca juga: Tawarkan Strategi Perdamaian Global Model NU, Yahya Cholil Staquf Panen Pujian di IRF Summit
Apa yang membedakan dia dan kabupaten kota lain?
Kalau Rembang itu karena soal historis. Jadi dulu itu sebelum kemerdekaan, yang menjadi pusat pemerintahan itu Lasem. Jadi ini masih jaman hindia belanda nih Lasem, sehingga cabang NU didirikan di Lasem, tapi kemudian sesudah kemerdekaan, ini dialihkan ke Rembang sehingga cabang, dibentuk cabang Rembang.
Untuk alasan historis cabang Lasem dipertahankan, nah sementara yang lain-lain, karena ukuran luas wilayah dan kepadatan penduduk yang memang tinggi, sehingga diperlukan penyesuaian supaya lebih banyak lagi konstituen NU yang diurus.
Jadi nanti ada pengurus dari 34 provinsi, jumlah kabupaten di Indonesia kan ada 514, berarti ada lebih dari itu kira-kira. Ada lagi peserta lain?
Kemudian dari, istilah kita, badan-badan otonom, badan otonom itu adalah organisasi kalo pada zaman orde lama dulu underbow.
Underbow itu lama. Ini badan otonom adalah bagian dari NU, tetap di dalam koordinasi dengan PBNU tapi mereka otonom, mengelola apa namanya, ya urusan-urusan organisasinya masing-masing. Ini kita punya muslimat NU, GP Ansor, Fatayat NU, dan sebagainya.
Dua calon yang menguat adalah Gus Yahya dan ada beberapa kandidat yang mencuat. Apa visi misinya untuk PBNU ke depan?
Saya memang menawarkan diri untuk dipilih sebagai Ketum dalam Muktamar nanti karena saya melihat ada sejumlah hal penting yang harus dilakukan NU segera yaitu yang tema besarnya adalah transformasi konstruksi organisasi NU supaya NU ini bisa lebih optimal di dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya.
NU besar sekali, menurut sejumlah survei orang yang mengaku terus terang sebagai orang NU itu, ada sekitar lebih dari 50 persen populasi penduduk muslim di Indonesia, sehingga NU menyediakan citra kebesaran yang terasa betul.
Jadi pengurus PBNU berwibawa sekali, karena kita punya citra konstituen yang luas, cuma persoalannya kemudian wibawa itu hanya aktual di tingkat PBNU dan di daerah-daerah yang komunitas NUnya tebal tapi di daerah yang komunitas NUnya tipis ini tidak teraktualisasi kebesaran NU ini sehingga masih banyak bahkan sebagian besar karena daerah yang komunitas NUnya tebal itu tidak terlalu banyak juga: Jatim, Jateng, jawa keseluruhannya mungkin.
Sumatra mungkin Lampung, Sumatra Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, tapi di daerah-daerah lain memang komunitas NUnya tipis, sehingga kepengurusan yang ada di sana terbatasi kemampuannya untuk mengaktualisasi kemampuan NU itu sendiri.
Maka saya ingin mengusulkan supaya pelaksanaan program untuk NU ini orientasinya dibalik. Kasarnya dijungkir. Jadi pelaksanaan kegiatan janganlah di pusat, tapi di daerah.
Tugas dari PBNU nanti mencarikan atau membangun program-program untuk dieksekusi di daerah di cabang-cabang. Kalau urusannya ekonomi ekonomi kerakyatan ibaratnya.
Jadi ini nanti jelas bahwa ada kebutuhan untuk menjalin kerja sama dengan pihak lain dengan pemerintah atau swasta untuk membangun program-program ini yang untuk sekali lagi dilaksanakannya di cabang-cabang.
kerja sama ini terjalin nantinya jelas PBNU harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan kepada partner atau kerja sama tapi karena itu dilaksanakan di cabang-cabang maka PBNU punya kebutuhan untuk terus menerus memantau mengawasi mengevaluasi dan seterusnya pelaksanaan program di cabang itu dari waktu ke waktu.
Ini akan memicu konsolidasi struktural antara PBNU dengan jaringan PWNU dan PCNU di seluruh Indonesia, kalau sudah begitu kita bisa melihat suatu agenda nasional betul-betul digerakkan dibawa secara serentak karena NU ini punya sekitar 540 cabang di seluruh Indonesia.
Kalau kita berpikir bisnis, ini berarti 540 outlet yang di situ ada orang dan orang yang sebetulnya mampu bekerja, cuma karena keterbatasan resources di sebagian besar daerah mereka kurang mampu mengembangkan kegiatan-kegiatan, nah ini yang kita suplai program-program sehingga mereka jalan dan masyarakat setempat akan melihat peran NU di sana dan seterusnya.
Menyangkut kepemimpinan kekuasaan kita tahu bahwa Anda saudara (kakak) dengan Menag Gus Yaqut Cholil Qoumas. Tidak sungkan? Bagaimana anda menjelaskan ini seandainya terpilih walaupun bukan karena menteri?
Karena Yaqut jadi menteri itu kan juga bukan urusan saya, itu hak prerogatif presiden dan saya membangun wacana tentang apa yang saya sampaikan tadi sudah cukup lama dan sekarang saya menawarkan diri untuk melaksanakan visi itu.
Sudah lama saya tahun 2020 itu saya meluncurkan buku yang saya beri judul agak provokatif Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama disingkat PBNU. Itu sudah awal 2020 dan ini proses berpikir lama dan saya kembangkan. Sekarang menjelang muktamar ini saya kemudian ya menawarkan diri dan saya terbuka untuk menjalankan visi tadi.
Tapi Gus Yahya tak akan menggunakan privilege, atau fasilitas dan jaringan kementerian agama, atau justru jaringan Gus lebih luas daripada jaringan menag?
Begini ada banyak pengurus NU yang memang ASN Kemenag, itu ada cukup banyak tetapi yang saya memang tidak mau, buat saya ini bukan hanya dipilih sebagai Ketua Umum PBNU, tapi saya ingin mengajak, membangun konsensus bersama dengan cabang-cabang dan wilayah-wilayah lain, itu sebabnya ini mau saya forsir untuk ketemu dengan mereka secara langsung.
Saya sejak September berkeliling dan sekarang ini sudah lebih 400 cabang dan wilayah yang sudah saya temui langsung. Kalau saya mau menggunakan memanfaatkan Kementerian Agama, minta tolong adik saya, mungkin saya gak perlu berkeliling, dia bisa suruh jaringan pegawai-pegawai Kemenag apalagi yang menjadi pengurus (NU), tapi saya tidak, saya tetap datang, saya bertemu langsung, saya sampaikan pikiran-pikiran saya dan saya dengarkan mereka bicara.
Biasanya saya kalau pertemuan dengan cabang-cabang dan wilayah itu bisa sampai jam 1-2 malam, karena saya harus dengarkan satu per satu. Semua orang bicara dan kita diskusi, biasanya sekali ketemu itu rata-rata 20-30 cabang sehingga ya memang cukup melelahkan dan saya yakin ini harus dilakukan karena ingin ada konsensus.
Saya katakan kepada mereka kalau setuju dengan saya dan kebetulan bapak-bapak pilih saya dan saya berhasil jadi ketua umum, itu artinya insyaallah bapak-bapak akan tambah kerjaannya dan insyaallah mungkin tambah pusing juga. Semua ada konsekuensi bagi kita semua, dan alhamdulillah banyak dari cabang-cabang dan saya kira sudah sebagian besar menerima itu.
Itu dari safari atau roadshow, itu sudah 400an padahal pemilih 540an berarti sudah lebih dari 80 persen. Yakin jadi ketum?
Yakin ya yakin insyaallah tapi pertama ya soal begini ini kan kehendak Allah SWT, itu yang pertama. Tapi lebih lebih dari semua itu buat saya ini terpilih atau tidak terpilih sudah ada prestasi karena saya sekarang, saya berani katakan saya berhasil mentransformasikan cara pandang cabang-cabang dan wilayah ini tentang jabatan ketum, kalau selama ini mereka memilih ketum dengan cara berpikir bahwa mereka memilih seorang pemimpin besar yang nantinya terserah sesudah dipilih melakukan apa saja pokoknya suka-suka pemimpin.
Seperti membeli kucing dalam karung?
Bukan kucing dalam karung tapi seperti mendaulat raja. Kira-kira begitu, sekarang mereka bukan hanya dalam formalitas tapi secara aktual mereka sudah berpikir tentang jabatan ketum dan kepengurusan PBNU ini terkait dengan pekerjaan, karena saya sampaikan dengan mereka dalam dialog bahwa saya menawarkan diri ini terkait dengan pekerjaan, jadi kalau mereka pilih saya untuk mengerjakan hal yang lain saya tidak mau. Saya menawarkan diri untuk pekerjaan ini yaitu pekerjaan yang saya sampaikan mentransformasikan konstruksi organisasi. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)