Siapakah saudari-saudara kita? Bagi mereka yang berada dalam kesulitan, saudari dan saudara adalah mereka yang memberikan pertolongan (bdk.Luk.10:36-37).
Natal kali ini meminta kita yang digerakkan oleh kasih Kristus untuk menjadi saudari dan saudara bagi mereka yang berada di dalam kesulitan.
Orang Indonesia adalah orang yang memegang erat falsafah persaudaraan.
Seperti jemaat yang menerima Surat 1 Petrus, kita dengan sesama warga bangsa mesti menghidupi persudaraan yang melampaui ikatan darah atau identitas primordial lainnya dengan cara berbelarasa dengan saudari-saudara kita, khususnya saudari-saudara kita yang paling membutuhkan.
Belarasa bukanlah sekadar perasaan, tetapi kompetensi etis yang bersumber pada iman dan berbuah pada tindakan, bahkan gerakan untuk membantu sesama secara nyata.
Inspirasi iman itu kita temukan dalam diri Yesus sendiri. Ia menjadi sama dengan kita (Bdk.Flp. 2:7).
Hati-Nya selalu tergerak oleh belas kasihan ketika Ia melihat orang-orang yang menderita (Mrk 8:2).
Ia menyatakan kepada para murid "Hendaklah kamu bermurah hati sama seperti Bapamu adalah murah hati" (Luk. 6:36).
Ia juga menyatakan "...segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40).
Sebagai murid-murid Kristus, dalam hidup kita bersama, kita diundang untuk “menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Flp 2:5).
Pandemi Covid-19 menyadarkan kita bahwa kita semua adalah saudari dan saudara yang berada dalam satu perahu dunia yang sedang menghadapi badai Covid-19.
Dalam situasi ini, falsafah hidup persaudaraan sebagai karakter khas orang Indonesia menjadi semakin bermakna dan semakin mendesak untuk kita batinkan dan wujudkan.
Sebagai saudari dan saudara kita diharapkan untuk saling menunjukkan kasih melalui aksi nyata.
Persaudaraan yang sejati akan memupuk semangat belarasa.