TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yahya Cholil Staquf mantap menawarkan diri menjadi calon Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam Muktamar ke-34 NU yang akan digelar dalam waktu dekat.
Katib Aam PBNU itu bahkan mengharapkan adanya restu dari semua pihak, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Mudah-mudahan (direstui Jokowi), kalau iya ya Alhamdullilah, tapi saya nggak pernah ada kontak sama sekali, nggak komunikasi sama sekali," ujar Gus Yahya, sapaan akrabnya, ketika wawancara khusus dengan News Manager Tribunnetwork Rachmat Hidayat, Sabtu (4/12/2021).
Gus Yahya sampai menanyakan apakah penawaran dirinya menjadi calon Ketua Umum PBNU bermasalah kepada sang adik yaitu Yaqut Cholil Qoumas.
Yaqut sendiri saat ini didapuk menjadi Menteri Agama di kabinet Jokowi.
"Dan ke Yaqut adik saya, juga kadang-kadang saya nanya ‘gimana ada persoalan nggak?’, nggak ada, baik-baik dipersilakan saja, ya sudah. Ya kalau ada apa-apa, saya pernah jadi wantimpres ya pasti saya dikontak lah kalau ada apa-apa," ucapnya.
Keinginan mendapat restu dari semua pihak bukanlah sekadar ucapan belaka, sebab Gus Yahya sampai memohon restu kepada pimpinan partai politik.
Baca juga: Gus Yahya Mengenang Sosok Gus Dur: Gus Dur Siap Dibakar Kapan Saja Demi Kebenaran yang Dia Yakini
Dia menegaskan pertemuan dengan mereka adalah menyampaikan komunikasi bahwa NU merupakan penyangga keutuhan bangsa.
"Nah kalau soal restu ya mudah-mudahan, namanya saya ini ingin mendapatkan restu dari semua orang lain, semuanya saya temui. Saya kira sudah masuk saya ketemu semua orang. Saya ketemu Bu Mega, Pak Airlangga, saya ketemu Pak JK, saya ketemu semua orang. Saya ingin mendapatkan restu dari orang-orang, karena ini bicara NU, NU ini milik bangsa," katanya.
Berikut petikan wawancara khusus Tribunnetwork dengan Gus Yahya:
Gus, ada bocoran siapa tokoh milenial yang kira-kira akan direkrut ke kepengurusan?
Ya ada banyak orang yang sekarang ini ada di jajaran PBNU itu sendiri sudah banyak teman-teman yang aktif di berbagai bidang NU ini.
Kayaknya gak enak deh sebut nama ya, tapi saya bisa bilang ya karena nggak umum, misalnya sampeyan pilpresnya aja belum masa nanya kabinetnya kan nggak umum ya.
Tapi saya bisa katakan, kalo sampeyan main ke PBNU ketemu dengan teman-teman dari lembaga-lembaga, apalagi dari Banomnya banyak sekali anak-anak yang potensial, saya kenal baik, saya tahu bagaimana kinerja mereka, saya lihat dan saya akan butuh mereka nanti.
Selama 18 bulan menjadi anggota wantimpres mendampingi Pak Jokowi, bagaimana ritme kerja selama berada di pemerintahan Pak Jokowi?
Pertama, kalau engagement dengan presiden langsung memang tidak terlalu banyak kesempatan, karena kita tahu lah kesibukan presiden dan lain-lain.
Tapi seperti saya singgung tadi, kesempatan paling berharga saya pada waktu itu adalah belajar pada negarawan-negarawan senior indonesia yang ada di dalam wantimpres itu.
Selebihnya pengalaman baru saya adalah fasilitas. Jadi ini kok nikmat sekali fasilitasnya, karena kita punya fasilitas protokol setingkat menteri waktu itu.
Jadi memang enak sekali jadi wantimpres itu, saya pikir saya ngerti sekarang kenapa orang berebut jabatan di Indonesia karena memang enak.
Sosok Pak Jokowi, presiden kita di mata Gus Yahya seperti apa?
Saya kira Indonesia ini beruntung punya presiden Pak Jokowi ini, karena beliau punya kualitas-kualitas yang unik, yang memang sangat berharga, dan saya kira semua orang bisa merasakan maslahat yang dirasakan dari kepemimpinan Pak Jokowi.
Satu hal yang sangat unik yang kita dapati kemarin itu bahwa setelah kompetisi politik yang begitu tajam dengan polarisasi yang begitu tajam, tiba-tiba Pak Jokowi nemu saja solusinya, bisa lalu langsung rekonsiliasi dengan semuanya, langsung memulai proses penyembuhan dari pembelahan yang terjadi itu.
Misalnya ada yang bertanya, Gus Yahya ini dapat restu dari Pak Jokowi maju sebagai Ketua PBNU?
Mudah-mudahan, kalau iya ya Alhamdullilah, tapi saya nggak pernah ada kontak sama sekali, komunikasi sama sekali. Dan Yaqut adik saya juga kadang-kadang juga nanya ‘gimana ada persoalan nggak?’, nggak ada, baik-baik dipersilakan saja, ya sudah. Ya kalau ada apa-apa, saya pernah jadi wantimpres ya pasti saya dikontak lah kalau ada apa-apa.
Nah kalau soal restu ya mudah-mudahan, namanya saya ini ingin mendapatkan restu dari semua orang lain, semuanya saya temui.
Baca juga: Gus Yahya Akui Mental Sebagian Besar Pengurus NU Masih Ada Orientasi Politik Tertentu
Saya kira sudah masuk saya ketemu semua orang, saya ketemu Bu Mega, Pak Airlangga, saya ketemu Pak JK, saya ketemu semua orang.
Saya ingin mendapatkan restu dari orang-orang, karena ini bicara NU ini, NU ini milik bangsa.
Kenapa Gus kemudian tokoh-tokoh parpol termasuk salah satu yang harus ditemui?
Ya karena apapun juga pasti ada konsekuensi politik. Jadi saya bertemu dengan beliau-beliau ini, yang saya tekankan, yang saya sampaikan dalam komunikasi saya dengan pihak-pihak politik itu adalah bahwa saya berpikir tentang NU ini sebagai penyangga keutuhan bangsa, itu satu.
Kedua, saya mohon maaf, saya memang mau maju sebagai calon ketua umum dan saya berharap untuk direstui oleh semua orang, tapi saya mohon maaf tidak bisa menjanjikan dukungan NU untuk calon presiden, wakil presiden, mohon maaf saya tidak bisa. Saya tidak bisa membuat komitmen itu.
Yang saya tawarkan adalah kerjasama, seandainya tertarik. Kalau memang ada pihak, siapapun, apakah pihak politik, pemerintah, swasta, siapapun yang mampu membangun suatu agenda nasional sifatnya, kemudian dijabarkan menjadi program-program di daerah, saya menawarkan mari paling nggak sebagian, salurkan lewat cabang-cabang NU, dan akan kami umumkan ini programnya siapa.
Jadi tokoh publik di Indonesia kan syarat untuk selalu dikritik. Kira-kira Gus Yahya siap dikritik atau kemudian viral di media sosial?
Sudah terbiasa. Sudah sejak jaman Gus Dur dulu ketika saya jadi juru bicara juga sering ya pernyataan sendiri jadi kontroversi.
Orang mau nembak Gus Dur nggak berani, yang ditembak saya itu sudah biasa dan ya kemarin-kemarin dalam perjalanan saya kira semua orang tahu, saya sudah sering juga jadi sasaran kontroversi, dikritik, dicacimaki dan sebagainya.
Tapi selama saya mampu mempertanggungjawabkan apa yang saya lakukan, saya kira itu nggak masalah. Selama ini itu yang saya lakukan dan jelas bahwa kalau memang ada satu langkah yang harus dikoreksi, pasti saya bersedia dikoreksi. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)