TRIBUNNEWS.COM, TASIKMALAYA - Sebanyak 12 santri perempuan menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan HW, pengampu suatu pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat.
HW adalah pemilik dan pengurus Pondok Tahfiz Al-Ikhlas, Yayasan Manarul Huda Antapani dan Madani Boarding School Cibiru.
HW melakukan aksi bejatnya sejak 2016 hingga 2021.
Santriwati yang menjadi korban kekerasan seksual rata-rata berusia 13-16 tahun.
Beberapa diantara mereka telah melahirkan bayi dan bahkan salah satu korban telah melahirkan dua anak.
Kasus itu pertama kali dilaporkan kepada kepolisian Mei 2021 silam.
Namun baru diketahui publik ketika sidang ketujuh dengan agenda mendengar keterangan saksi di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (07/12/2021) lalu.
Dikutip dari Kompas.com, istri Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang juga Bunda Forum Anak Daerah (FAD) Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya mengaku telah mengetahui kasus guru pesantren di Bandung, Jawa Barat, perkosa 12 santriwati sejak Mei 2021.
Tanggapan Polda Jabar
Polda Jawa Barat sengaja tidak merilis pengungkapan kasus pemerkosaan terhadap belasan santriwati oleh guru pesantren di Bandung.
Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Barat Komisaris Besar Erdi A Chaniago.
Menurut Erdi, saat itu Polda Jabar mempertimbangkan para korban yang masih di bawah umur.
Erdi mengatakan, kasus pemerkosaan yang sadis ini sengaja tidak diumumkan pada saat itu, demi melindungi dampak psikologis dan sosial seluruh korban.
Namun, Polda Jabar tetap berkomitmen melakukan penyelidikan dan penyidikan sampai tuntas.
Baca juga: 12 Santri di Bandung Dicabuli Guru Agama Sejak 2016, Dilaporkan Mei 2021, Baru Terungkap Sekarang
Hal itu terbukti bahwa pada saat ini, pelaku pemerkosaan sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Bandung.
"Betul, itu yang melakukan adalah guru dari pesantren di daerah Cibiru, Bandung. Korbannya banyak yang masih di bawah umur dari 12 orang tersebut dan 8 orang hamil, serta sudah ada beberapa orang yang melahirkan sampai sekarang," ujar Erdi kepada Kompas.com di Polresta Tasikmalaya, Kamis (9/12/2021).
Erdi menuturkan, kasus itu bermula saat pihaknya menerima laporan dari salah satu korban yang mengaku telah dicabuli oleh guru sekaligus pengurus pesantren tersebut pada Mei 2021.
Setelah ditindaklanjuti dengan penyelidikan, menurut Erdi, diketahui bahwa korbannya sangat banyak.
"Sengaja selama ini tidak merilis dan tidak mempublikasikan, karena (korban) masih di bawah umur, menjaga dampak sosial dan dampak psikologis nantinya. Tapi kita komitmen menindaklanjuti kasusnya. Sampai sekarang sudah P21 dan sekarang dalam proses persidangan," kata Erdi.
Selama proses hukum, menurut Erdi, Polda Jabar terus melakukan pendampingan khusus.
"Kita saat penyelidikan dan penyidikan, sampai kasusnya P21, dan sedang dalam persidangan, tentunya dilakukan trauma healing oleh Polda Jabar," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, seorang guru sekaligus pengurus di salah satu yayasan pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat, memperkosa 12 santriwati.
Pelaku pemerkosaan telah menyebabkan belasan perempuan di bawah umur itu mengandung hingga telah melahirkan bayi.
Pelaku yang diketahui berinisial HW tersebut kini menjadi terdakwa di pengadilan.
Adapun aksi bejat itu terjadi sejak 2016 hingga 2021.
Keluarga Korban Sayangkan Kasus Ini Baru Mencuat
Sebanyak 11 santriwati asal Garut jadi korban rudapaksa oleh Herry Wiryawan guru ngaji di pesantren di Kota Bandung.
Peristiwa rudapaksa itu terjadi sejak 2016 dan baru terungkap 2021 setelah dibongkar netizen.
Dari belasan santriwati yang dirudapaksa, banyak diantaranya yang hamil. Bahkan sudah ada yang hamil dua kali.
Keluarga korban, AN (34) mengatakan bersyukur kasus rudakpaksa terhadap anaknya berhasil mencuat ke publik. Ia mengaku sudah sejak bulan Juni memperjuangkan hak keadilan bagi korban.
Bahkan dirinya beberapa bulan yang lalu sempat bertanya-tanya karena kasus tersebut sempat tidak ada kabar.
"Dulu saya sempat bertanya-tanya kenapa kasus ini tidak ada kejelasan tapi sekarang alhamdulillah sudah viral, biar semua ikut memantau, biar hukum ditegakan seadil-adilnya," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id, Kamis (9/12/2021).
Dari raut mukanya AN terlihat menyimpan sejuta amarah terhadap pelaku. Bagaimana tidak, guru ngaji yang selama ini ia percayai untuk mendidik adiknya itu ternyata menghancurkan masa depan adik tercintanya.
Ia menyesalkan kasus sebesar ini baru mencuat ke publik, padahal menurutnya sudah enam bulan kasus ini berjalan.
"Enam bulan saya berjuang, enam bulan itu lama, korban sudah menderita sangat panjang, kenapa baru sekarang pas mau vonisan baru rame, saya minta keadilan seadil-adilnya," ungkapnya.
AN juga menyoal tentang informasi proses hukum yang jarang ia dapati selama enam bulan terakhir ini.
"Saya warga Garut, tidak punya kenalan siapa-siapa di Bandung, mau nanya soal proses hukum juga ke siapa, saya tidak pernah tau perkembangan terkini," ucapnya.
Sumber: Kompas.com/Tribun Jabar