TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI Livia Istania DF Iskandar ungkap sejumlah fakta baru tentang Herry Wirawan, pelaku rudapaksa santri di Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan fakta di persidangan, terungkap bahwa para santri yang menjadi korban rudapaksa itu pernah diminta menjadi kuli untuk membangun gedung pesantren di daerah Cibiru.
Selain dirampas waktu belajarnya karena harus menjadi kuli, dana bantuan pendidikan para santri yang diberikan pemerintah pun juga dirampas pelaku.
Bahkan, bayi-bayi yang dilahirkan para korban rudapaksa itu juga ikut dieksploitasi oleh pelaku.
Mereka diakui sebagai anak yatim piatu demi dijadikan alat untuk meminta dana bantuan ke sejumlah pihak.
"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas."
Baca juga: Kemenag Umumkan Cabut Izin dan Tutup 2 Pesantren yang Diasuh Pelaku Ruda Paksa Santri di Bandung
"Serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," kata Livia Istania dikutip dari Kompas.com, Jumat (10/12/2021).
Korban Dijanjikan Masuk Universitas
Melalui keterangan yang didapatnya, Livia Istania menjelaskan bahwa korban diiming-imingi sekolah hingga masuk universitas.
"Pelaku kemudian membujuk rayu anak didiknya hingga menjanjikan para korban akan disekolahkan sampai tingkat universitas," jelas Livia Istania.
Dengan iming-iming tersebut, ditambah keadaan para korban yang tinggal jauh dari orang tua, membuat pelaku dengan mudahnya melancarkan aksi bejat itu.
Untuk itu, LPSK mendorong Polda Jabar untuk segera mengungkap kejelasan dana ponpes itu.
Baca juga: Terbongkar Aksi Bejat Lainnya Guru Pesantren yang Rudapaksa 12 Santri , Korban Dijadikan Kuli
"LPSK mendorong Polda Jabar juga dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan, seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat di proses lebih lanjut,"
Pesantren Ditutup