News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sejarah Hari Juang Kartika TNI AD 15 Desember: Pertempuran Ambarawa yang Dipimpin Jenderal Soedirman

Penulis: Faishal Arkan
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hari Juang Kartika: Sejumlah prajurit TNI AD berbaris pada upacara peringatan Hari Juang Kartika, di lapangan parade Kodam IV/Diponegoro, Kota Semarang, Jateng, Kamis (15/12/2013). Berikut sejarah Hari Juang Kartika Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). (Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan)

TRIBUNNEWS.COM - Berikut sejarah Hari Juang Kartika Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).

Hari Juang Kartika TNI AD diperingati setiap 15 Desember.

Adapun hari tersebut diperingati dengan tujuan untuk mengenang Pertempuran Ambarawa.

Tahun ini, peringatan hari Juang Kartika TNI AD, diperingati pada Rabu, 15 Desember 2021.

Terdapat sejarah terjadinya pertempuran yang memperebutkan Ambarawa dari tangan sekutu.

Baca juga: Ini Kata Cucu Jenderal Soedirman Soal Sosok Kakeknya: Tidak Mau Disebut Pahlawan

Sejarah Hari Juang Kartika TNI AD 15 Desember (TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY)

Baca juga: Kisah Kiai Busyro Syuhada, Jawara Asal Banjarnegara Guru Silat Jenderal Soedirman

Sejarah Hari Juang Kartika TNI AD

Tribunnews.com merangkum sejarah Hari Juang Kartika TNI AD, yang dikutip dari laman resmi kebudayaan.kemdikbud.go.id:

Hari Juang Kartika TNI Angkatan Darat merupakan tanggal yang dikhususkan untuk Korps Infanteri TNI AD dan diperingati setiap 15 Desember yang bertujuan untuk mengenang Pertempuran Ambarawa.

Sebelum bernama Hari Juang Kartika TNI AD, peringatan tersebut bernama Hari Infanteri.

Perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Jenderal Soedirman pada pertengahan Desember 1945 membuat tentara sekutu terjepit dan akhirnya mundur dari Ambarawa menuju Semarang.

Pada 20 Oktober 1945 tentara sekutu yang harusnya mengurus tawanan perang di penjara Ambarawa dan Magelang justru memboncengi NICA yang mempersenjatai tawanan tersebut.

Hal tersebut menyebabkan timbulnya rasa benci serta tidak senang pribumi, yang mengakibatkan pecah insiden antara TKR dan tentara sekutu.

Peristiwa tersebut terjadi pada 26 Oktober 1945.

Untuk meredam bentrokan yang terjadi, pihak Inggris menuju Magelang dan Ambarawa untuk membebaskan 10.000 tawanan Indo-Eropa dan Eropa dari wilayah pedalaman Jawa yang sedang bergejolak akibat perlawanan dari pihak Republik.

Bermaksud untuk menengahi kejadian tersebut, Soekarno dan Brigjen Bethel berunding untuk merencanakan gencatan senjata pada 2 November 1945.

Akhirnya kedua belah pihak mencapai sebuah kesepakatan, bahwa sekutu tetap memiliki tanggung jawab atas tugasnya, jalan raya Ambarawa-Magelang terbuka untuk republik dan serikat.

Lalu, sekutu tidak mengakui aktivitas NICA.

Pada kenyataannya sekutu mengabaikan bunyi perjanjian yang telah disetujui bersama.

Karena hal tersebut, pertempuran 20 November 1945 tidak dapat terbendung dan ditahan lagi.

Kejadian tersebut menjalar ke dalam kota pada 22 November 1945.

Kemudian, bala tentara sekutu melemparkan bom ke pedalaman Ambarawa dengan tujuan memberikan ancaman terhadap kedudukan TKR.

Dengan rasa berani, pihak republik kemudian membalas dengan tujuan mempertahankan wilayah dari sekutu.

Sejak saat itu medan Ambarawa terbagi 4 sektor, yaitu sektor utara, sektor Selatan, sektor Timur dan sektor Barat.

Tekad kuat yang ditunjukkan rakyat Ambarawa yang bersatu dengan TKR tersebut menyulitkan sekutu untuk menaklukkan wilayah tersebut.

Ketika itu, pasukan TKR yang terlibat menghadapi sekutu berjumlah 19 batalyon.

Baca juga: Menhan Prabowo Ajak Mabes TNI, AD, AL, dan AU untuk Menyusun Produk Strategis Pertahanan

Kemudian, pada 26 November terjadi pertempuran yang menewaskan Kolonel Isdiman yang digantikan oleh Kolonel Soedirman.

Sekutu lalu memberikan ancaman terhadap Ambarawa, hal tersebut dikarenakan wilayah tersebut dinilai strategis untuk mencapai Surakarta, Magelang dan Yogyakarta (saat itu menjadi tempat kedudukan Markas tertinggi TKR).

Tewasnya Kolonel Isdiman mendorong rakyat dan TKR gencar dan bersemangat untuk melakukan serangan balik.  

Pada akhir November pertempuran lalu kembali terjadi lagi dan pihak Inggris dibuat mundur ke daerah pesisir.

Kolonel Soedirman mengumpulkan para komandan sektor dan menginstruksikan pukulan terakhir bagi sekutu.

Pada 5 Desember 1945 pasukan sekutu berhasil diusir dari desa Banyubiru yang saat itu merupakan garis pertahanan terdepan.

Tepat 12 Desember 1945 pasukan akhirnya sukses menyerang para sekutu yang berada di dalam kota.

Kekuatan sekutu yang berada di Benteng Willem berhasil dikepung TKR 4 hari 4 malam.

Hal tersebut membuat posisi sekutu terjepit dan mundur dari Ambarawa tepat 15 Desember 1945.

Pertempuran berakhir dengan kemenangan gemilang dari TKR.

Benteng pertahanan sekutu yang tangguh berhasil direbut pasukan TKR.

Kemenangan pertempuran Ambarawa pada tanggal 15 Desember 1945 dan keberhasilan Panglima Besar Jenderal Soedirman ini kemudian diabadikan dalam bentuk monumen Palagan Ambarawa.

TNI AD memperingati tanggal tersebut setiap tahun sebagai Hari Infanteri.

Namun berdasar Keputusan Presiden RI No. 163/1999, Hari Infanteri kemudian diganti dengan nama Hari Juang Kartika.

(Tribunnews.com/Arkan)

Berita lainnya seputar Hari Juang Kartika TNI AD

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini