Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) turut menyoroti keputusan Puspom TNI AU yang menghentikan proses penyidikan dugaan korupsi pengadaan Helikopter Agusta Wesland atau AW-101.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, pihaknya memberikan konsen kepada sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani perkara dugaan rasuah ini.
Kata Boyamin, saat ini pihaknya masih akan menunggu sikap KPK ke depan terkait perkara tersebut.
"Saya masih menunggu sikap KPK, apakah akan melanjutkan atau menghentikan," kata Boyamin saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Rabu (29/12/2021).
Baca juga: Panglima TNI Janji Telusuri Penghentian Penyidikan Kasus Korupsi Helikopter AW-101
Lebih lanjut kata dia, jika memang nantinya lembaga antirasuah itu turut menghentikan proses penyidikan, maka langkah yang akan ditempuh pihaknya dengan mengajukan gugatan praperadilan.
Sebab kata dia, sudah dipastikan pemberhentian proses penyidikan yang ditempuh KPK itu merupakan langkah yang tidak tepat dan tidak sah.
Seyogyanya KPK kata Boyamin, melanjutkan proses penyidikan perkara tersebut.
"Nanti kalau memang KPK juga ikut menghentikan maka saya pastikan akan saya ajukan gugatan praperadilan untuk menyatakan penghentian tersebut tidak sah dan minta dilanjutkan," ucap Boyamin.
Terlebih kata Boyamin, dugaan korupsi pengadaan Helikopter Agusta Wesland ini membuat kerugian negara yang besar.
Bahkan dirinya meyakini, perkara tersebut juga sempat menjadi perhatian khusus dari Presiden RI dan Panglima TNI yang saat itu menjabat.
Baca juga: KPK Sebut TNI Hentikan Penyidikan 5 Tersangka Kasus Helikopter AW, Panglima: Saya Akan Telusuri
"Jika nanti dihentikan ya saya gugat dipraperadilan dan saya melihatnya kasus ini kan dulu pernah jadi perhatian Presiden dan Panglima TNI saat itu dan menurut mereka itu kerugiannya besar ratusan miliar," tukas Boyamin.
Atas hal itu, dirinya menegaskan kalau MAKI akan turut mengawal perkara dugaan korupsi ini hingga nantinya masuk dalam proses pengadilan.
"Untuk itu saya pasti melakukan pengawalan terhadap perkara ini untuk dituntaskan sampai di pengadilan sehingga dugaan kerugian negara akan bisa dipulihkan," tukasnya.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa Pusat Polisi Militer (Puspom) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) telah menghentikan penyidikan terhadap lima tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter Agusta Westland atau AW-101 tahun 2016-2017.
Lima tersangka perwira yang dimaksud ialah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachry Adamy.
Fachry adalah mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.
Tersangka lainnya adalah Letnan Kolonel TNI AU (Adm) WW selaku mantan Pekas Mabesau; Pelda SS selaku Bauryar Pekas Diskuau; Kolonel (Purn) FTS selaku mantan Sesdisadaau; dan Marsekal Muda TNI (Purn) SB selaku Staf Khusus Kasau (eks Asrena KSAU).
"Yang terakhir tadi masalah helikopter AW-101 koordinasi terkait masalah atau informasi yang berhubungan dengan pihak dari TNI sudah dihentikan proses penyidikannya," kata Direktur Penyidikan KPK Irjen Pol Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (27/12/2021).
Kendati demikian, Setyo mengatakan, penyidikan terhadap tersangka Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri masih terus berproses.
"Sampai dengan saat ini prosesnya masih jalan," kata dia.
Lebih lanjut, Setyo mengklaim koordinasi KPK dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait audit kerugian negara masih dilakukan.
"Saya yakin beberapa hari ke depan mungkin di awal tahun koordinasi itu segera ditindaklanjuti dengan BPK untuk semakin memperjelas kira-kira apa saja yang masih kurang atau dibutuhkan oleh para pihak auditor," ujar Setyo.
Kasus dugaan korupsi pengadaan heli AW-101 ditangani bersama KPK dan Puspom TNI AU.
KPK menangani pihak swasta, sementara Puspom TNI AU menangani pihak dari militer.
PT Diratama Jaya Mandiri selaku perantara disinyalir telah melakukan kontrak langsung dengan produsen helikopter AW-101 senilai Rp514 miliar.
Pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar.
Panglima TNI saat itu, Jenderal Gatot Nurmantyo, mengatakan ada potensi kerugian negara sebesar Rp220 miliar dalam pengadaan helikopter AW-101.
Nilai pengadaan helikopter itu mencapai Rp738 miliar.