Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Anis Matta menyebut tahun 2022 sebagai tahun perubahan besar terhadap penyelesaian masalah ketimpangan ekonomi, pembusukan demokrasi dan hukum yang berpihak kepada oligarki selama ini.
"Ini semua bisa menjadi satu ledakan sosial yang bisa terjadi setiap waktu, walaupun terus-menerus ditutupi dengan angka-angka ekonomi makro yang tampak menggembirakan," kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk 'Refleksi Akhir Tahun. Selamat Datang Tahun Politik. Bagaimana Nasib Indonesia di Masa Depan?' Rabu (29/12/2021) petang.
Anis mengungkapkan, dalam beberapa bulan terakhir dirinya keliling Pulau Jawa dan Bali, terungkap bahwa beban hidup masyarakat sehari-sehari di lapisan bawah justru bertambah berat, seperti tidak tahu bagaimana harus bergerak dari keterpurukan ekonomi saat ini.
Baca juga: Partai Gelora Bakal Kenalkan Secara Resmi Konsep Ekonomi Geloranomic
"Jadi semua tentang pembusukan demokrasi dan hukum itu terjadi karena memang ada ketakutan untuk memberontak terhadap situasi mereka (masyarakat). Memang betul, ada kesulitan hidup, beban hidup dan himpitan hidup yang makin berat," katanya.
Karena itu, terhadap situasi dan kondisi saat ini perlu dilakukan perubahan besar-besaran yang dimulai dari satu titik, namanya perubahan politik.
"Partai Gelora akan mengajukan tiga judicial rewiew ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Presidentary Threshold dan Parliamentary Thershold (PT) nol persen, serta pemisahan Pilpres dan Pileg dalam satu waktu," ucapnya.
Ketentuan PT 20 persen pada Pilpres saat ini, dinilai telah menghalangi munculnya calon-calon potensial.
Sebab calon presiden hanya ditentukan oleh partai politik (parpol) yang lolos ke Senayan pada pemilu sebelumnya.
Baca juga: Partai Gelora Indonesia Optimistis Akan Jadi Peserta Pemilu 2024
Sementara pada PT 4 persen ambang batas parlemen, ada banyak suara yang ikut pemilu menjadi sia-sia karena persoalan fundamental dari sistem pemilu saat ini.
"Mudahnya, begini populasi dikurangi menjadi DPT. Kemudian DPT ini dikurangi lagi partai yang tidak lolos. Lalu, dikurangi suara tidak sah, dikurangi lagi dengan partai yang tidak lolos parlemen. Maka kira-kira kurang dari 50 persen tingkat representasi anggota parlemen yang terpilih, ini sangat buruk sekali," katanya.
Sedangkan terkait pemisahan Pilpres dan Pileg, kata Anis Matta, belajar dari kasus Pemilu 2019 yang menyebabkan lebih dari 900 petugas pemilu meninggal dunia akibat beban kerja.
"Kita akan mengusulkan pemisahan antara pemilihan pemilu legislatif dan pemilhan presiden supaya tidak ada lagi beban kerja yang menumpuk. Pemilu 2019 lalu adalah pemilu terburuk sepanjang sejarah, angka kematiannya sangat tinggi," ujarnya.
Selain mengajukan Judial Review ke MK, Partai Gelora juga akan mengusulkan pembubaran fraksi di DPR.
Sehingga membuka perdebatan yang panjang dalam membahas peraturan perundang-undangan atau perumusan legislasi.
"Nanti akan ketahuan, mana anggota DPR yang tidak pernah bicara sama sekali. Mereka tidak bisa sembunyi, dibalik juru bicara, semua harus bicara. Tidak lagi diwakili fraksi sebagai juru bicara, sehingga ketika membahas UU perdebatannya panjang dan matang," ucapnya.
Perubahan besar dalam sistem politik ini, diharapkan dapat mengembalikan demokrasi Indonesia pada jalur yang benar.
Sehingga memungkinkan orang-orang terbaik dapat memimpin bangsa ini dan mampu mengatasi masalah ketimpangan ekonomi.
"Ini alasan mengapa, saya percaya bahwa tahun 2022 nanti akan menjadi tahun perubahan besar. Semua krisis dan kesedihan yang kita lihat sepanjang tahun 2021 ini, tidak bisa kita tutupi dengan angka-angka makro yang kelihatan menggembirakan, tapi sebenarnya tidak pernah kita rasakan. Karena itu, kita perlu perubahan dalam sistem politik kita," tandasnya.