Menurutnya, langkah FSPPB tersebut tidak bijak, mengingat gaji pegawai Pertamina sudah sangat tinggi jika dibandingkan dengan pegawai BUMN lain.
“Menuntut kenaikan gaji di saat kondisi seperti ini adalah sebuah aspirasi yang tidak bijak dan kurang memiliki empati,” ujar Sugeng.
Ke depan, Sugeng meminta FSPPB mau mengedepankan mekanisme yang ada dan tidak lagi mengancam melakukan aksi mogok kerja, karena hal itu akan menjadi preseden buruk bagi BUMN.
“Semuanya ada mekanismenya. Sejauh semuanya transparan, saya kira akan bisa dilalui mekanismenya. Tapi, kalau sudah transparan kemudian masih ada saja yang ancam-ancam, tentu akan ada mekanismenya juga lah,” katanya menegaskan.
Serikat Pekerja Pertamina ini pun diingatkan agar tidak menjadi suatu gerakan politik yang saling berhadapan dengan manajemen atau direksi.
Seharusnya, FSPPB mendorong anggotanya untuk lebih meningkatkan kapasitas, agar bisa berkontribusi lebih baik bagi perusahaan dan negara.
“Jadi harus memberi manfaat positif buat perusahaan, bukan malah menjadi kekuatan politik yang vis a vis berhadapan dengan manajemen atau direksi. Itu cara berpikir yang salah dari tata kelola serikat pekerja, terlebih dalam situasi seperti ini,” ujar Sugeng.