Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 113 tenaga honorer Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman, 71 di antaranya adalah tenaga honorer periset, tidak diperpanjang kontraknya atau diberhentikan.
Pemberhentian ini imbas dari adanya integrasi Lembaga Eijkman ke tubuh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Wakil Ketua DPR RI Bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan, pencopotan para periset Eijkman ini kortraproduktif dengan keinginan pemerintah untuk melakukan penguatan di bidang riset.
Karena itu, Gus Muhaimin meminta BRIN merangkul kembali semua peneliti Eijkman.
”Kita membutuhkan banyak sekali peneliti untuk membangun peradaban yang maju,” ujar Gus Muhaimin, Senin (3/1/2022).
Baca juga: Lembaga Eijkman Dilebur ke BRIN, Bagaimana Nasib Para Ilmuwan & Awak Kapal Riset Baruna Jaya?
Dibentuknya BRIN, kata Gus Muhaimin, diharapkan bisa memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Tanah Air.
Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Inovasi Nasional, BRIN bertugas untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap), serta invensi dan inovasi secara nasional yang terintegrasi.
”Seharusnya kita malah menambah jumlah peneliti kita, bukan malah mengurangi. Salah satu kunci kemajuan sebuah negara adalah dengan penguatan riset dan teknologi,” kata Gus Muhaimin.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mencontohkan, dalam kasus Covid-19, bangsa ini pada masa-masa awal terjadinya pandemi terlihat gagap. Hal ini salah satunya karena rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
”Gara-gara ilmu pengetahuan belum kita kuasai, kita membuang duit terlalu mudah dan besar sekali yang kita buang untuk penanganan pandemi,” urainya.
Baca juga: Laksana Angkat Suara Soal Pengembangan Vaksin Merah Putih Setelah Lembaga Eijkman Dilebur ke BRIN
Saat itu, kata Gus Muhaimin, negara menggelontorkan anggaran besar untuk membeli alat rapid test, ternyata sama sekali tidak efektif sehingga menjadi mubazir.
Begitu pula dalam pengadaan boks desinfektan yang banyak tersedia di depan rumah atau gedung-gedung, juga tidak efektif dan bahkan membahayakan. ”Inilah pentingnya penguatan riset dan ilmu pengetahuan,” tuturnya.
Karena itu, Gus Muhaimin meminta BRIN untuk mengkaji ulang pencopotan para penaga periset Eijkman.