TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini profil Laksana Tri Handoko, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang lembaganya tengah menjadi sorotan terkait pemberhentian 113 ilmuwan di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Diketahui, BRIN tengah menjadi sorotan sehubungan dengan diberhentikannya 113 peneliti di Eijkman.
Pemberhentian itu diakibatkan terjadinya peleburan Eijman ke BRIN.
Terkait pemberhentian ratusan penelitis tersebut, Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko angkat suara.
Laksana menjelaskan kabar pemecatan peneliti tanpa pesangon itu tidak benar.
"Ya tentu tidak benar. Kecuali, bagi yang memang tidak berkenan memilih salah satu opsi dari kami. Tentu kami juga tidak bisa memaksa," kata Laksana seperti yang diberitakan Kompas.com pada Minggu (2/1/2022).
Baca juga: Eijkman Dilebur ke BRIN, Anggota DPR: Peneliti Jangan Terintervensi Kepentingan Politik
Menurutnya, publik perlu memahami Eijkman selama ini bukan lembaga resmi pemerintah.
Ia mengatakan, lembaga itu berstatus unit proyek di Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).
"Hal ini menyebabkan, selama ini para PNS (Pegawai Negeri Sipil) Periset di LBME tidak dapat diangkat sebagai peneliti penuh, dan berstatus seperti tenaga administrasi," jelasnya.
Laksana melanjutkan, usai Kemenristek dan 4 Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) terintegrasi di bawah BRIN pada 1 September 2021, status LBME telah dilembagakan menjadi unit kerja resmi bernama Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman.
Lembaga tersebut, kata dia, berada di bawah Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati.
"Dengan status ini, para periset di LBME dapat kami angkat menjadi peneliti dengan segala hak finansialnya," tutur Laksana.
Lanjut Laksana, di sisi lain, LBME banyak merekrut tenaga honorer yang tidak sesuai ketentuan berlaku.
Oleh karena itu, menurutnya, BRIN kemudian memberikan beberapa opsi sesuai status masing-masing ilmuwan.