TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus baru konfirmasi Omicron tercatat 92 orang pada 4 Januari 2021.
Sehingga total kasus Omicron di Indonesia menjadi 254 kasus, terdiri dari 239 kasus dari pelaku perjalanan internasional dan 15 kasus transmisi lokal.
Menindaklanjuti kondisi ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan, Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.01/MENKES/1391/2021 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus COVID-19 Varian Omicron (B.1.1.529) yang ditandatangani Menteri Kesehatan pada 30 Desember 2021.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi menuturkan, poin utama dari aturan ini untuk memperkuat koordinasi pusat dan daerah serta fasyankes dalam menghadapi ancaman penularan Omicron.
Karena, dalam beberapa waktu terakhir kasus transmisi lokal terus meningkat.
"Karenanya kesiapan daerah dalam merespons penyebaran Omicron sangat penting agar tidak menimbulkan cluster baru penularan Covid-19,” tutur Nadia.
Salah satu poin tertulis bahwa setiap kasus probable dan konfirmasi varian Omicron yang ditemukan harus segera dilakukan pelacakan kontak dalam waktu 1 x 24 jam untuk penemuan kontak erat.
Setelah ditemukan, setiap kontak erat varian Omicron wajib segera dilakukan karantina selama 10 hari di fasilitas karantina terpusat dan pemeriksaan entry dan exit test menggunakan pemeriksaan NAAT (Nucleic Acid Amplification Test).
Jika hasil pemeriksaan NAAT positif, maka harus dilanjutkan pemeriksaan SGTF di laboratorium yang mampu pemeriksaan SGTF dan secara pararel spesimen dikirim ke laboratorium Whole Genome Sequencing (WGS) terdekat.
Terdeteksi di Jakarta, Surabaya, hingga Bali, Apa yang Harus Dilakukan untuk Cegah Omicron
Dilaporkan hingga Senin (3/1/2022) jumlah kasus Omicron di Indonesia sebanyak 152 kasus, dimana enam diantaranya adalah kasus transmisi lokal yang berada di Jakarta, Bali, Medan, dan Surabaya.
Lantas adakah cara yang paling efektif untuk menghadapinya?
Simak penjelasan Dokter spesialis paru-paru RSA UGM, dr. Astari Pranindya Sari, Sp.P.
Dokter Astari mengatakan, menjaga dan menjalankan prinsip 5M protokol kesehatan, layaknya rutin mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, serta mengurangi mobilitas, adalah cara efektif mencegah varian-varian itu.
“Sama dengan varian-varian Covid yang lalu. Karena pencegahan dengan menggunakan masker, kemudian menjaga jarak, menghindari kerumunan dan lainnya itu betul-betul memutuskan rantai (penyebaran) yang paling efektif,” tutur dokter Astari dalam talkshow kesehatan ‘Painah & Paini: Omicron Datang, Apa Yang Perlu Diperhatikan?’ yang dipublikasikan melalui kanal Youtube Rumah Sakit Akademik UGM.
Sifat dan Gejala Omicron
Dokter Astari mengatakan, Omicron diketahui memiliki sifat yang lebih mudah menular dibandingkan varian-varian sebelumnya.
Varian Covid-19 pertama, menularkan ke tiga orang lainnya.
Varian Delta memiliki sifat penularan 10 kali lebih cepat dari varian yang pertama.
Sekarang, Omicron, memiliki sifat berkali lipat lagi daripada Delta.
Mutasi itu membuat gejala yang ditimbulkan pun berbeda dari varian sebelumnya.
Pada varian awal Covid-19, gejala-gejala yang ditimbulkan adalah seperti gangguan pada indera penciuman dan perasa, lalu kemudian batuk dan pilek.
Pada varian Omicron, gejala yang paling dominan terjadi adalah gampang lelah, kemudian batuk pilek, sakit tenggorokan, serta nyeri sendi.
“Dibandingkan dengan varian Alpha, Beta, Delta, varian Omicron lebih banyak hinggap di bagian saluran pernafasan."
"Sedangkan varian Alpha, Beta, Delta lebih banyak hinggap di bagian paru."
"Jadi yang (varian) dulu-dulu lebih gampang berkembang biak di paru-paru daripada di atasnya (saluran pernafasan), sehingga efeknya gejala sesak nafas lebih banyak yang dulu (di varian Alpha, Beta, Delta),” jelas dokter Astari. (*)