TRIBUNNEWS.COM - Tarif vaksinasi booster non-program pemerintah atau mandiri belum ditetapkan pemerintah.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmidzi mengkonfirmasi bahwa proses penetapan harga harus melibatkan berbagai pihak.
Seperti halnya Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Belum ada biaya resmi yang telah ditetapkan oleh pemerintah,“ kata Nadia dikutip dari laman resmi Kemenkes, sehatnegeriku.kemenke.go.id, Rabu (5/1/2022).
Untuk itu masyarakat diminta tak terpengaruh pada isu tarif yang beredar di publik.
Tarif yang beredar saat ini bukanlah tarif vaksinasi dalam negeri, melainkan tarif vaksinasi di luar negeri.
Nadia meminta masyarakat untuk sabar menunggu konfirmasi resmi dari pemerintah.
Baca juga: Vaksinasi Booster Mulai 12 Januari 2022, Pemerintah Belum Tetapkan Tarif Vaksin Mandiri
Sementara itu untuk vaksinasi booster gratis tetap akan diberikan pemerintah dengan tentunya diprioritaskan bagi tenaga kesehatan, lansia, peserta PBI, dan kelompok komorbid dengan immunocompromised.
Ukuran pemberian dosis vaksin booster tersebut juga masih menunggu konfirmasi dari ITAGI dan studi riset booster dengan persetujuan izin edar atau Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM.
Sebagian Ditanggung APBN
Mengutip Kompas.com, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut pemerintah hanya akan menanggung biaya vaksinasi booster bagi warga lanjut usia dan penerima bantuan iuran (PBI).
Sementara bagi masyarakat mandiri dan non-lansia, pemerintah menganjurkan melakukan pembelian di perusahaan farmasi.
Baca juga: 7 Fakta Vaksin Booster di Indonesia: Sasaran, Mekanisme, hingga Jenis Vaksin
"Untuk vaksinasi booster tahun depan kita akan bagi dua skenario, untuk vaksinasi lansia dan PBI non-lansia, itu akan ditanggung negara."
"Sedangkan untuk yang mandiri dan non-lansia itu akan kita buka agar perusahan-perusahaan farmasi bisa mengimpor vaksinnya dan langsung menjual ke masyarakat," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Selasa (14/12/2021).
Pemerintah, kata Budi, akan menanggung 83,1 juta orang dengan kebutuhan vaksin sebanyak 92,4 juta dosis, termasuk cadangan sekitar 10 persen.
Baca juga: DPR Optimistis Kekebalan Tubuh Masyarakat Makin Bagus karena Masifnya Vaksinasi
Sementara itu, vaksin booster yang tidak ditanggung APBN akan diberikan kepada 125,2 juta orang dengan kebutuhan vaksin sebanyak 139 juta dosis.
Perlu Kejelasan Soal Tarif Vaksin Booster
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengingatkan kepada pemerintah pentingnya mengatur besaran tarif vaksin booster.
Penetapan Harga eceran tertinggi (HET) ini dilakukan agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Mengingat sebelumnya juga pernah terjadi perubahan tarif seperti tes antigen dan PCR kemarin.
Hal tersebut diungkap Mufida saat melakukan pertemuan dengan Menteri Kesehatan, Kepala BPOM, Direktur Utama PT Bio Farma dan ITAGI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/12/2021).
Baca juga: Kaleidoskop Kesehatan 2021 : Pemberian Vaksin Covid-19 Pertama Hingga Muncul Joki Vaksin
Baca juga: Percepat Vaksinasi, 1.000 Anak Usia 6-11 Tahun di Tangsel Dapat Suntikan Dosis Pertama
“Vaksin booster berbayar masih pro kontra di masyarakat, ini perlu diatur."
"Kalau berbayar jangan sampai terulang kasus perubahan tarif seperti tes antigen dan PCR, sejak awal harus clear."
"Jangan sampai terjadi ketidakpercayaan publik ke pemerintah,” kata Mufida dikutip dari dpr.go.id, Jumat (31/12/2021).
Mengenai kisaran harganya, Mufida berharap pemerintah dapat mengutamakan kemampuan rakyat.
“Secara prinsip vaksin merupakan kebutuhan dasar yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah."
"Tetapi jika tidak memungkinkan karena anggaran, tarif yang tidak ditentukan jangan berdasar pada profit,” tambah Mufida.
Sebagian artikel ini di Kompas.com dengan judul "5 Info Terbaru soal Vaksin Booster Covid-19: Sasaran, Jenis Vaksin, hingga Berbayar"
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)(Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)