Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fenomena Spirit Doll atau boneka arwah saat ini ramai diperbincangkan di media sosial.
Keberadaan boneka yang menjadi tren di kalangan selebritas ini mengundang beragam pendapat dari berbagai sudut pandang.
Termasuk kalangan akademisi, yang memandang dari kacamata filsafat dan kebudayaan.
Bukan hal yang Baru
Menurut Dr Sindung Tjahyadi, Dosen Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada, spirit doll dan segala bentuknya bukanlah hal yang baru.
Ia mengatakan, spirit doll sudah memiliki sejarah panjang dalam peradaban manusia sejak zaman Firaun, mesir, dan sebagainya.
"Masyarakat kita juga sudah tidak asing dengan tradisi spirit doll ini,” ujar Sindung dikutip dalam siaran pers, Rabu (12/1/2021).
Menurut Sindung, spirit doll dikategorikan menjadi dua, yaitu untuk healing supaya sehat dan baik, dan untuk kebutuhan yang tidak baik, misalnya santet.
Baca juga: Panggung Demokrasi: Fenomena Spirit Doll dari Kacamata Psikologi dan Pemerhati Budaya
Namun, fenomena spirit doll yang muncul saat ini baik dari segi wujud, makna, dan fungsi sudah bergeser.
Sehingga, muncul pertanyaan apakah pergeseran ini merupakan sesuatu yang alamiah atau dikontruksi secara sengaja.
“Ketika kemudian muncul spirit doll ini, sebenarnya juga dari segi pemahaman perlu diluruskan, karena dalam pengetahuan saya, spirit doll semacam sarana manusia untuk berkomunikasi dengan yang lain. Yang lain itu bisa kuasa yang lebih tinggi, kemudian orang lain bisa juga terkait dengan refleksi dalam arti berkomunikasi dengan dirinya sendiri,” kata Sindung.
Baca juga: Ria Enes Singgung Adanya Motif Dongkrak Karier di Balik Fenomena Spirit Doll
Fenomena lain yang menarik adalah harganya yang mahal dan manusia memperhatikan secara berlebihan seperti menggunakan baby sitter.
“Untuk fenomena membeli spirit doll yang sangat mahal itu merupakan fenomena yang harus dibaca dengan cara lain. Artis yang mempunyai spirit doll kemudian dihujat oleh netizen adalah risiko yang harus diterima, demi sesuatu dan konten, dianggap bisa viral. Padahal, itu sudah bergeser dari wujud, makna dan fungsi spirit doll yang sebelumnya,” ucap Sindung.
Suatu Karya Seni
Tidak hanya Ivan Gunawan yang mengadopsi dan merawat Spirit Doll seperti anak sendiri, beberapa artis lain pun melakukan hal sama.
Berkenaan dengan itu, Peneliti Pusat Studi Kebudayaan UGM, I Made Christian Wiranata Rediana mengatakan, spirit doll menjadi fenomenal karena hal tersebut bukanlah menjadi suatu hal yang mainstream di masyarakat.
Ia sesungguhnya hanya suatu benda yang dikenal dalam lingkup tertentu dan kemudian tersebar luas keberadaannya.
Spirit Doll merupakan suatu diksi yang diutarakan masyarakat luas mengenai suatu benda yang seakan-akan memiliki jiwa.
Kata 'spirit' dalam benak masyarakat rerata mengasosiasikan sebagai suatu kekuatan supranatural yang bersifat negatif. Padahal, dalam kenyataan 'spirit' tidak melulu bersifat negatif, melainkan juga berbentuk energi positif yang menyebabkan pemiliknya menjadi terhibur, merasa bahagia, dan merasakan energi positif lainnya.
Baca juga: Tren Spirit Doll dari Kacamata Psikologi, Wajarkah Jika Orang Dewasa Memilikinya?
“Menurut hemat saya, Spirit Doll jauh dari kata sekadar permainan, melainkan suatu karya seni yang dapat memancarkan sesuatu, dapat membuat setiap orang tersugesti untuk memilikinya, dan rasa kepercayaan terhadap karya seni tersebut berimbas kepada perlakuannya," ungkap Rediana dikutip dari laman UGM, Rabu (12/1/2021).
Soal tindakan pemilik yang memperlakukan seperti manusia sebagai sikap yang menyimpang atau tidak, menurut Rediana, bisa dikatakan sangat relatif tergantung kepada masyarakat bagaimana memandang hal tersebut secara empiris.
Sejauh spirit doll mengantarkan kepada kebiasaan yang positif, menurutnya, tidak perlu diragukan keberadaannya.
“Penyimpangan justru tampak bila spirit doll disalahgunakan menjadi suatu perlakuan yang mencurigakan, misal menjadikan spirit doll sebagai bahan guna-guna, menakut-nakuti seseorang, dan menjadi media pesugihan," katanya.
Rediana berharap masyarakat seyogianya memahami bahwa setiap orang memiliki kemerdekaan untuk memiliki suatu media penghiburan apapun wujudnya.
Spirit sebaiknya perlu dipahami sebagai suatu pancaran yang tidak selalu negatif, asal tidak disalahgunakan untuk mencelakakan seseorang atau bahkan dirinya sendiri ia menjadi hal yang lumrah.