TRIBUNNEWS.COM - Proyek satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan) kembali menjadi perbincangan.
Sebab, proyek satelit Kemhan ini ternyata merugikan negara hampir Rp1 triliun.
Hal itu dikatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022).
"Dugaan pelanggaran terkait proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) pada tahun 2015," kata Mahfud MD, dikutip dari Kompas.tv.
Baca juga: Bukti Cukup, Kejagung Segera Naikkan Pelanggaran Proyek Satelit Komunikasi Kemhan ke Penyidikan
Baca juga: Mahfud MD Ungkap Kontrak Pengadaan Satelit Komunikasi Kemhan Berpotensi Rugikan Negara Rp800 Miliar
Lalu, bagaimana awal kasus proyek satelit Kemhan yang merugikan negara hampir Rp1 triliun ini?
Dikutip dari Kompas.com, Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemenhan Bambang Hartawan menjelaskan, kemelut ini berawal ketika tahun 2015 Satelit Garuda milik Indonesia keluar dari orbit.
Akibatnya, terjadi kekosongan pada orbit 123 derajat Bujur Timur (BT).
Berdasarkan aturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan wajib mengisi kembali slot tersebut dengan satelit lain dalam waktu 3 tahun.
Jika tak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur dan diberikan ke negara lain.
Merespons hal ini, Presiden Joko Widodo lantas memerintahkan Menteri Pertahanan kala itu, Ryamizard Ryacudu, untuk membenahinya.
Baca juga: Prabowo Subianto Terkejut Sandiaga Uno Sambangi Dirinya Jalan Kaki Dari Kemenparekraf ke Kemhan
Baca juga: Jubir Kemhan: Jaga Prokes dan Vaksin Adalah Tindakan Patriotik, Nasionalistik, dan Sikap Bela Negara
"Menhan lalu ditugaskan presiden mengisi kekosongan," kata Bambang pada 4 Desember 2015.
Pertimbangannya, kategori slot adalah satelit L-band.
Hal ini dinilai sangat strategis karena hanya sekitar delapan negara yang punya slot tersebut.
Slot L-band dianggap sangat penting untuk pertahanan karena bisa dipakai pada cuaca apa pun. Selain itu, jumlahnya juga tak banyak.