Kebetulan, pada saat itu ada satelit Artermis milik Avanti Communication Limited yang akan habis bahan bakarnya pada 2019.
Akhirnya, Kemhan membuat kontrak sewa satelit Artemis dengan biaya sebesar 30 juta dollar AS.
Baca juga: PB HMI Minta Mahfud MD Buka-bukaan soal Menteri Minta Setoran Rp 40 Miliar
Baca juga: Gerindra Minta Mahfud MD Laporkan Oknum Menteri yang Minta Setoran Rp 40 Miliar ke Dirjen
Kontrak diteken kendati penggunaan slot orbit 123 derajat BT dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) baru diterbitkan 29 Januari 2016.
Kemenhan juga membuat kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat selama kurun waktu 2015-2016.
Namun, perjalanan kontrak ini tak mulus.
Satelit Airbus tak pernah dibayar sehingga kontrak dianggap ditunda.
Pembayaran ke Avanti juga tak sesuai nilai kontrak yang disepakati, sehingga perusahaan itu menarik satelit Artemis dari 123 BT November 2017.
Baca juga: Temui Mahfud MD, Boyamin Bahas Kasus Pungli Rachel Vennya Hingga RUU KUHAP
Baca juga: Boyamin Saiman dan Mahfud MD Bahas Kasus Pungli Rachel Vennya Hingga RUU KUHAP
Sementara, Menko Mahfud mengungkap, pada saat melakukan kontrak dengan Avanti, Kemenhan belum memiliki anggaran.
Anggaran juga belum tersedia ketika Kemenhan teken kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat.
Pada tahun 2016, kata Mahfud, anggaran telah tersedia tetapi Kemenhan melakukan self blocking.
Kejagung Lakukan Penyelidikan
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, pihaknya saat ini telah menandatangani Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk proyek pengelolaan satelit di Kemhan.
"Hari ini kami tandatangani surat perintah penyidikannya (sprindik)," ujar Burhanuddin, Jumat (14/1/2022), dikutip dari Kompas.tv.
Namun lebih lanjut, Burhanuddin enggan mengungkapkan secara gamblang perihal proyek pengelolaan satelit yang ada di Kemhan yang diduga membuat negara menelan kerugian ratusan miliar.