Kasus ini terkait dengan kontrak sewa atau pengadaan satelit komunikasi pertahanan slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT).
Kontrak penyewaan tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 819 miliar.
Sehingga perlu adanya tindak lajut yang mendalam terkait kewajiban pembayaran ini.
"Kami melakukan penyelidikan dan penilaian terhadap beberapa informasi yang kami konfirmasikan."
"Yakni tentang adanya dugaaan pelanggaran hukum yang melibatkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara."
Baca juga: Jabatan Pangkostrad Masih Kosong, Panglima TNI: Hanya soal Waktu, Tinggal Tunggu Wanjakti
"Padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum."
"Yaitu Kemenhan, tahun 2015, melakukan kontrak dengan PT Avanti untuk melakukan sesuatu padahal anggarannya belum ada, (tapi sudah) dia kontrak."
"Karena, oleh pengadilan negara ini, (negara) kemudian diwajibkan membayar uang yang sangat besar."
"(Masalah ini) sudah lama menjadi perhatian Kejaksaan Agung (Kejagung) dan kami juga sudah melakukan audit investigasi itu."
"Kami mengkonfirmasi dengan Kejagung bahwa benar Kejagung sedang dan sudah cukup lama menelisik masalah ini."
"Sekali lagi kabar itu memang benar, kami akan tindak lanjuti," kata Mahfud MD dalam konferensi pers virtual melalui YouTube Kemenko Polhukam RI, Kamis (13/1/2022).
Baca juga: Bukti Cukup, Kejagung Segera Naikkan Pelanggaran Proyek Satelit Komunikasi Kemhan ke Penyidikan
Kontrak itu yakni denganAvanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat pada tahun 2015 hingga 2016.
Mahfud menyebut kontrak itu dilakukan untuk membuat Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkumham) dengan nilainya sangat besar.
Sementara, lanjut Mahfud, anggarannya belum ada.