TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Naiknya popularitas Kepala Staf Angkatan Darat TNI Jenderal Dudung Abdurrahman akhir-akhir ini menimbulkan spekulasi politik terkait dengan Pilpres 2024.
Menurut pengamat politik Hari Purwanto, popularitas Dudung belakangan ini melonjak tidak terbendung karena pernyataan kontroversialnya berhasil menarik perhatian publik.
"Saat jadi Pangdam Jaya, Jenderal Dudung menjadi kontroversial karena menurunkan baliho Habib Rizieq di Petamburan, markas FPI. Setelah jadi KASAD, Jenderal Dudung kembali menjadi kontroversial karena memberi pernyataan 'berdoa tidak perlu memakai bahasa Arab'. Yang terbaru ini, Jenderal Dudung kembali menjadi viral karena merilis lagu 'Ayo Ngopi' dan video flashmob," papar Hari, ketika dikonfirmasi Tribunnetwork, Senin (17/1/2022).
Menurut Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) itu naiknya popularitas Dudung tentu menimbulkan harapan baru. Sebab, saat ini masyarakat masih merindukan sosok TNI sebagai Presiden RI.
Ia menjelaskan, dengan posisi sebagai jenderal bintang empat yang saat ini sedang menjabat KASAD, peluang Dudung menjadi Calon Presiden 2024 terbuka luas.
"Peluang Jenderal Dudung menjadi Presiden sangat besar karena tiga hal. Pertama, beliau Jenderal TNI AD sebagai KASAD. Kedua, beliau didukung oleh Ibu Megawati, Ketum PDIP yang merupakan Partai terbesar. Ketiga, ini yang terpenting, beliau sepertinya ingin mengikuti langkah Presiden Jokowi," jelasnya.
Menurut Hari, Jokowi bisa menjadi Presiden salah satunya karena mengaktifkan politik populisme. Politik populisme saat ini masih menjadi pilihan masyarakat dalam menentukan siapa calon presiden mereka.
"Saya pikir saat ini Jenderal Dudung adalah Jenderal yang paling populer dibandingkan dengan Jenderal lainnya. Beliau sangat diterima oleh masyarakat dengan tampilannya yang lugas dan bersahaja. Sejak SBY tidak berkuasa, Indonesia kehilangan figur militer yang tegas dan berwibawa. Diharapkan dengan Jenderal Dudung menjadi Presiden di 2024, tidak ada lagi masyarakat yang berani membully Presiden seperti layaknya semua masyarakat sekarang dengan mudahnya membully Presiden Jokowi," paparnya.
Hari menjelaskan, masyarakat mudah membully Presiden Jokowi karena Jokowi bukan bersumber dari kalangan militer.
Baca juga: Momen Jenderal Dudung Ukir Sejarah, Jadi KSAD Pertama Terbangkan Helikopter Serang AH-64E Apache
Sampai dengan Dudung menjadi KASAD terbukti tidak ada yang berani berhadapan menentangnya, termasuk kelompok Front Pembela Islam dan Habib Bahar Smith terpaksa harus bertekuk lutut terhadap ketegasannya dalam menyikapi beberapa kelompok Islam di Indonesia.
"Terlepas dari benar atau salahnya pernyataan Jenderal Dudung yang kontroversial terkait dengan narasi 'Tuhan bukan orang Arab' dan 'Doa tidak perlu dengan bahasa Arab', menunjukkan keberanian beliau dalam bersikap. Pemimpin seperti ini sangat diharapkan untuk memimpin masyarakat Indonesia yang sangat majemuk," ucap Hari.
Lebih lanjut, Hari menjelaskan kedekatan Dudung dengan Anies Baswedan, saat menjadi Pangdam Jaya dan juga kedekatannya dengan Ganjar Pranowo saat menjadi Gubernur Akmil, bisa melapangkan jalannya untuk menjadi Presiden Indonesia 2024. Perpaduan Militer-Sipil merupakan pasangan yang harmonis dan terbukti bisa bekerja sama.
"Kilas balik tatkala Jokowi maju menjadi Gubernur DKI, Jokowi didukung penuh oleh PDIP, namun pada saat semua masyarakat mayoritas Indonesia mendukung Jokowi sebagai presiden, maka posisi tawar Jokowi menjadi tinggi, dan sebenarnya pada saat itu kondisi menjadi berbalik, di mana popularitas Jokowi melebihi popularitas Megawati. Tadinya, Jokowi sebagai Gubernur DKI diharapkan mendukung Megawati dalam konstestasi Presiden 2014, namun karena popularitas Jokowi yang spekatakuler menutup peluang Megawati menjadi calon Presiden 2014. Saat itu, bukan Jokowi membutuhkan PDIP atau Megawati, melainkan PDIP yang membutuhkan Jokowi. Kondisi ini memaksa Megawati mendukung Jokowi sebelum Jokowi diusulkan oleh partai lain," papar Hari.
Menurut Hari, kondisi yang sama terasa sekarang, semenjak Dudung menjadi KASAD, maka kondisi telah berbalik. Dudung telah diterima oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
Sehingga, Jenderal Dudung tidak perlu lagi dukungan dari PDIP, bahkan tidak memerlukan berpasangan dengan Puan Maharani yang elektabilitas masih sangat rendah.
"Kondisi semacam ini, mau tidak mau, PDIP "terpaksa" akan mencalonkan Dudung sebagai Presiden 2024 sebelum Dudung diusulkan oleh Partai lain. Atau dengan kata lain, siapapun menjadi cawapresnya, tanpa harus disandingkan dengan Puan atau, tanpa harus disandingkan dengan Gibran, Dudung akan melenggang bebas di tahun 2024," pungkasnya.