TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah memprediksi puncak kasus varian Omicron di Indonesia akan terjadi pada pertengahan Februari hingga awal Maret 2022.
Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah negara puncak tersebut dicapai secara cepat dan tinggi dan waktunya berkisar antara 35-65 hari.
“Indonesia pertama kali kita teridentifikasi (varian Omicron) adalah pertengahan Desember, tapi kasus kita mulai naiknya di awal Januari."
"Antara 35-65 hari akan terjadi kenaikan yang cukup cepat dan tinggi."
"Itu yang memang harus dipersiapkan oleh masyarakat,” ujarnya dalam keterangan pers secara virtual, Minggu (16/1/2022), dikutip dari laman setkab.go.id.
Baca juga: Kasus Omicron Meningkat, Jubir Wapres Sebut Umrah Akan Dibatasi
Baca juga: Sobat Erick: Nelayan Tulang Punggung Perekonomian Bangsa
Budi mengungkapkan, tingkat perawatan di rumah sakit untuk pasien Omicron di sejumlah negara yang telah melewati puncak kasus berkisar antara 30-40 persen dibandingkan hospitalisasi varian Delta.
“Jadi walaupun kenaikannya lebih cepat dan tinggi, jumlah kasusnya akan lebih banyak dan naik penularannya lebih cepat, tapi hospitalisasinya lebih rendah,” jelas dia.
Oleh karena itu, ia menekankan agar masyarakat tetap waspada.
Namun, tidak perlu panik jika ada kenaikan jumlah kasus yang cepat dan banyak.
Baca juga: Sikapi Prediksi Puncak Omicron, Luhut Sebut Tempat Publik Hanya untuk yang Sudah 2 Kali Vaksin
Baca juga: Luhut Prediksi Puncak Varian Omicron di Indonesia Terjadi pada Februari hingga Maret 2022
Transmisi Lokal Omicron Didominasi DKI Jakarta
Menkes menyampaikan, sekitar 90 persen transmisi lokal varian Omicron terjadi di DKI Jakarta.
Sehingga, pemerintah mempersiapkan strategi khusus dalam mengantisipasi lonjakan kasus di wilayah ini.
“Kita memang harus mempersiapkan khusus DKI Jakarta sebagai medan perang pertama menghadapi Omicron ini."
"Kita harus memastikan di kita bisa menanganinya perang menghadapi Omicron di DKI Jakarta ini,” ucap Budi.
Pemerintah akan melakukan pengetatan penegakan disiplin protokol kesehatan yang didukung oleh implementasi PeduliLindungi.
Baca juga: IDI Prediksi Puncak Covid-19 Terjadi Februari 2022, Varian Omicron Tak Bisa Dianggap Enteng
Baca juga: Warga Malaysia Sengaja Tertular Covid-19 Omicron Agar Segera Tercipta Kekebalan Kelompok
Selain itu, upaya testing dan tracing juga akan diperkuat dengan dukungan dari TNI/Polri.
“Arahan Bapak Presiden adalah dipastikan, walaupun kita tidak usah panik tapi harus hati-hati dan waspada."
"Prokes di Jakarta harus ditingkatkan, penggunaan PeduliLindungi juga harus diperketat."
"Testing, tracing, dan isolasi terpusatnya harus kembali ditingkatkan,” terang Menkes.
Pemerintah juga mengimbau masyarakat untuk menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas, serta tidak bepergian ke luar negeri untuk keperluan yang tidak esensial.
“Itu nanti akan mengurangi laju penularan dari Omicron yang akan naik sangat tinggi dan sangat cepat di DKI, Jabodetabek dalam beberapa minggu ke depan ini,” lanjut Menkes.
Kemudian, pemerintah akan mengakselerasi pelaksanaan vaksinasi dosis lanjutan atau booster.
“Juga dipastikan bahwa semua rakyat Jakarta, Jabodetabek akan dipercepat vaksinasi booster-nya agar mereka siap kalau nanti gelombang Omicron itu naik secara cepat dan tinggi,” imbuh dia.
Baca juga: 20 Gejala Utama Covid-19 Varian Omicron dan Berapa Lama Gejala Dapat Bertahan
Baca juga: Menkes Sebut DKI Jakarta Jadi Medan Pertama Hadapi Lonjakan Kasus Covid-19 karena Omicron
Di sisi perawatan, pemerintah sudah mempersiapkan obat-obatan untuk pasien Covid-19.
Budi menyampaikan, sebanyak 400 ribu tablet Molnupiravir sudah tersedia di Indonesia.
Tak hanya itu, obat ini juga akan segera diproduksi di dalam negeri.
“Kita sudah dalam proses mendatangkan Paxlovid juga, ini antivirus dari Pfizer, yang mudah-mudahan bisa datang di bulan Februari sehingga pada saat nanti terjadi lonjakan, obat-obatannya pun sudah siap,” ungkapnya.
Pemerintah pun mengupayakan agar obat-obatan Covid-19 ini dapat tersedia di apotek yang disesuaikan dengan jenis obat tersebut.
“Arahan Bapak Presiden, agar dipastikan obat-obatan ini bukan hanya tersedia di puskesmas atau rumah sakit pemerintah tapi juga tersedia di apotek-apotek."
"Memang sesuai dengan jenis obatnya, mana yang bisa dibeli umum, obat mana yang harus dibeli mendapatkan resep dokter, mana obat mana yang hanya bisa diberikan melalui perawatan rumah sakit,” pungkas Budi.
(Tribunnews.com/Nuryanti)